pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses perkembangan pembelajaran di Indonesia selalu diombang-ambingkan dengan kurikulum yang dibuat oleh pemeritah. Dimana kurikulum setiap pergantian periode pemerintahan akan berubah, namun dengan tujuan yang sama. Yakni, demi tercapainya tujuan pembelajaran seperti terjadinya perubahan sikap  terhadap peserta didik. Berbagai eksperimen telah dicoba mulai dari KTSP 2006 sampai kurikulum 2013 dengan peserta didik sebagai kelinci percobaannya.
Pembelajaran selama ini lebih memusatkan kepada peserta didik, namun belum mencapai sesuai apa yang diharapkan dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan kurangnya penerapan Student Centered yang selama ini diabaikan.
Proses pembelajaran yang berkualitas adalah sebuah proses pembelajaran yang mampu mengorkestrasi multiple intelegence yang dimiliki pembelajar. Paling tidak ada tiga kecerdasan yang harus diorkestrasi dalam sebuah proses pembelajaran agar menghasilkan output yang berkualitas, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Salah satu upaya untuk mengorkestrasi tiga kecerdasan sekaligus, intelektual, emosional dan spiritual dalam proses pembelajaran adalah dengan menyelenggarakan pebelajaran Contextual Teaching and Learning yang dikenal dengan CTL.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan kontekstual?
2.      Apa perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional?
3.      Bagaimana penerapan pendekatan kontekstual dalam PBSI?
4.      Bagaimana strategi implementasi pendekatan kontekstual?

C.    Tujuan Penulisan
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan materi berikut, maka dapat kita ketahui tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pendekatan kontekstual
2.      Untuk mengetahui perbedaan antara pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional
3.      Untuk memahami penerapan pendekatan kontekstual dalam PBSI
4.      Untuk memahami strategi yang digunakan dalam mengimplementasikan pendekatan kontekstual










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran kontekstual atau yang disebut CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural). Sehingga siswa memiliki pengetahuan keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya.
Menurut Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional (2002) pembelajaran Contextual Teaching and Learning  adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.[1]
Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah model yang berkembang pesat di Amerika Serikat, dan sejak awal 2000-an mulai banyak dikaji dan dikembangkan di Indonesia. Bila kita kaji konsep pembelajaran kontekstual, terlihat adanya keterkaitan dengan konsep Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda khusus untuk pembelajaran matematika. Pembelajaran kontekstual bukan ide baru, tetapi merupakan pembelajaran yang berakar pada filosofi pendidikan yang dikembangkan oleh John Dewey. John Dewey pada tahun 1916 mengusulkan kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman peserta didik.[2]
Menurut Sihabuddin, M.Pd.I, dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran, mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual ini para peserta didik tidak hanya dituntut menerima informasi atau mendapat pelajaran serta pengetahuan dari seorang guru, tetapi bagaimana diharapkan bahwa seorang peserta didik tersebut dapat mensosialisasikan pengetahuan yang dimiliki dengan kondisi sosial masyarakat yang dihadapinya. Persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan dapat diatasi dan dipecahkannya.
Dalam penerapan Pendekatan Kontekstual Dirjen Dikdasmen Depdiknas (2002) menyatakan bahwa dalam menggunakan pendekatan kontekstual terdapat 7 komponen dasar.
1.      Konstruktivisme
Yakni pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Manusia harus mengkonstruksikan  pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam melakukan pengajaran siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna pada dirinya dan bergelut dengan ide-ide.
2.      Menemukan
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil dari mengingat beberapa fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
3.      Bertanya
Pengetahuan berawal dari bertanya. Bertanya dalam proses pembelajaran dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa.
4.      Masyarakat Belajar
Yaitu hasil belajar siswa didapat dari sharing antar sesame teman, kelompok, dan antara yang tahu dan belum tahu. Sedangkan kelompok harus bertanggung jawab dalam mencapai tujuan dan setiap individu harus bertanggung jawab atas pekerjaan yang telah dibagikan.
5.      Pemodelan
Model bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, model karya tulis, cara melafalkan bahasa inggris, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Disini guru bukanlah model utama, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh pada temannya cara melafalkan suatu kata.
6.      Refleksi
Refleksi merupakan cara berfikir mengenai apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
7.      Penilaian yang sebenarnya
Assessment adalah suatu proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.[3] 

B.     Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
            Pendekatan tradisional disebut juga dengan pendekatan konvensional yang selama ini di pakai sekolah-sekolah pada umumnya, sebelum ada perubahan untuk menggunakan pendekatan kontekstual. Berikut ini adalah perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional.


No.
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
PEMBELAJARAN TRADISIONAL
1.
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2.
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
Siswa belajar secara individual
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
5.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6.
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian
7.
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut dihukum
8.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata
Bahasa diajarkan dengan pendekatan structural, rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan (drill)
9.
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
Rumus itu ada di luar diri siswa. Yang harus diterangkan, diterima, dihapalkan dan dilatihkan
10.
Pemahaman rumus itu relative berbeda antara yang satu dengan lainnya. Sesuai dengan skemata siswa (on going process of development)
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang) hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang benar
11.
Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlihat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran efektif dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
12.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia
13.
Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
14.
Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
15.
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan
Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa
16.
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan rekaman, tes, dan lain-lain
Hasil belajar diukur hanya dengan tes
17.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
18.
Penyesalan adalah hukuman perilaku jelek
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek
19.
Perilaku baik berdasar motivasi intrinsic
Perilaku baik berdasar ekstrinsik
20.
Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan[4]

C.    Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam PBSI
            Pendekatan kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran kreatif berorientasi pada : pertama, konteks personal pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan psikologis siswa, yang mencakup tentang kesenangan siswa, kebiasaan siswa, dan kepribadian siswa. Misalnya, jika secara personal siswa keseluruhan suka dengan kegiatan motorik, maka pembelajaran untuk penyampaian materi harus dilakukan dengan cara-cara motorik.
Disinilah guru mampu mengkontekstualisasikan materi pembelajaran sesuai dengan konteks personal siswa.

            Kedua, kontekstual sosial artinya, setiap siswa itu hidup dalam konteks masyarakat tertentu, dan setiap masyarakat memiliki cirri khasnya tertentu. Misalnya, jika kondisi sosial siswa adalah anak petani, maka hanya paham dengan dunia pertanian. Maka guru harus secara kreatif mampu membawa dunia dunia pertanian ke dalam kelas untuk menyampaikan materi, sehingga apa yang diajarkan guru sesuai dengan keseharian sosial siswa.[5]
            Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yakni, penelitian yang dilakukan Kristiyani (2008) yang berjudul  Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Laporan Siswa Kelas VIII SMP.

            Penelitian tersebut mengemukakan bahwa, pendekatan CTL dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan menulis laporan.
Hal ini ditunjukkan oleh kondisi :
a. Siswa terlatih untuk bernalar dan berpikir secara kritis,
b. Siswa penuh aktivitas dan antusias,
c. Siswa berani mengajukan pertanyaan,
d. Siswa terlatih untuk belajar sharing ideas,
e. Siswa dapat memberikan contoh melakukan pengamatan terhadap suatu objek lingkungan sekolah.

            Hasil pembelajaran keterampilan menulis laporan juga menunjukkan ada peningkatan. Suharianto mengatakan, “Salah satu ciri khas yang segera dapat kita saksikan dari karangan cerpen ini ialah bentuknya yang bersifat pembeberan. Melalui karangannya tersebut seakan-akan pengarang berusaha menguraikan seluruh ungkapan perasaan dan pikirannya secara terperinci” (1982:26).

     Senada dengan Suharianto, Kencono (1992:101) berpendapat bahwa “Cerpen atau cerita pendek adalah bentuk prosa baru yang berupa cerita fiksi atau cerita rekaan, dan menggambarkan sebagian kecil dari kehidupan seseorang. Bentuk cerpen lebih singkat daripada novel”.

     Pendekatan kontekstual yang diterapkan dalam pembelajaran keterampilan menulis cerpen ini dengan metode pemodelan, inkuiri, dan masyarakat belajar yang berkesinambungan dalam dua siklus, agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan menulis cerpen. Dari siklus pertama ke siklus kedua diharapkan keterampilan menulis cerpen lebih meningkat.




            Pelaksanaan Tindakan.
     Dalam proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan kontekstual ini, proses belajar mengajar didominasi oleh aktifitas siswa, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator bagi siswa dalam menemukan suatu konsep atau memecahkan suatu masalah. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini dilaksanakan tidak hanya bersumber pada guru dan buku, tetapi dapat bersumber dari buku kumpulan cerpen dan majalah-majalah di perpustakaan sekolah.

     Pelaksanaan pembelajaran keterampilan menulis cerpen melalui pendekatan kontekstual pada Siklus I ini adalah:

1)      Guru membagi contoh cerpen yang ditulis kembali oleh guru peneliti berdasarkan cerpen dari buku pegangan siswa. Kemudian contoh cerpen tersebut dibaca oleh siswa dan dibandingkan dengan cerpen aslinya.

2)   Siswa segera mencari dan menentukan pilihan cerpen yang akan dituliskannya kembali. Siswa bebas menentukan cerpen pilihannya, bisa dari buku kumpulan cerpen atau dari majalah-majalah yang tersedia di perpustakaan.

3)   Siswa membaca cerpen yang telah dipilihnya (dilakukan oleh semua    siswa secara individu).

4)   Siswa menulis kembali dengan kalimat sendiri cerpen yang telah dibacanya, selama mengerjakan tugas ini antarsiswa saling bertukar pikiran (sharing). Dalam kegiatan ini tanpa intervensi guru.

5)   Siswa menyusun hasil kerja mereka di kertas kerja mereka masing-masing.

6)  Presentasi individu dan dipilih secara acak.

            Hasil Pengamatan.
            Pada Siklus I proses dan hasil pembelajarannya sudah mengalami peningkatan tetapi belum optimal, jika dibandingkan dengan kondisi awal. Antusias dan kegembiraan siswa untuk menentukan sendiri cerpen pilihannya menimbulkan kreativitas siswa dalam mengerjakan tugas. Hal ini tampak dari hasil pembelajaran yang mengalami kemajuan. Para siswa sudah mulai dapat menulis cerpen dan sharing dengan teman, walaupun hasilnya masih belum sempurna. Belum ada intervensi guru. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugas pun lebih lama dari waktu yang ditentukan atau kedisiplinan waktu pengumpulan tugas yang belum terlaksana dengan baik.


            Pelaksanaan Tindakan.  
        Pada saat pelaksanaan tindakan ini, semua siswa sudah membawa foto-foto pribadi yang dimiliki. Pelaksanaan pembelajaran keterampilan menulis cerpen melalui pendekatan kontekstual pada Siklus II ini adalah :
1)      Guru membagikan lembar kerja kepada semua siswa, berupa satu cerpen yang tulis oleh guru peneliti berdasarkan peristiwa yang pernah dialami.

2)      Siswa membaca cerpen yang telah dibagikan oleh guru.

3)      Setelah semua siswa selesai membaca cerpen, guru menayangkan foto-foto melalui LCD. Pada saat memperhatikan tayangan tersebut sekaligus siswa menentukan foto yang paling cocok dengan tema cerpen yang digunakan untuk model.

4)      Siswa memilih foto-foto pribadi atau foto keluarga dari peristiwa-peristiwa yang dialami dan yang paling mengesankan.

5)      Siswa menentukan tema cerpen berdasarkan foto yang dipilihnya.

6)      Siswa menulis cerpen dari tema yang telah mereka tentukan berdasarkan pengalaman yang paling mengesankan. Selama kegiatan ini ada intervensi dari guru, maksudnya, guru selalu mendampingi siswa secara bergantian untuk memberi bimbingan dan pengarahan apabila siswa menemui kesulitan. Di samping itu siswa juga dapat sharing dengan temantemannya. Guru juga selalu memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan (belajar berdisiplin waktu). Dalam kesempatan ini guru sudah dapat menilai siswa dalam penilaian proses.

7)      Siswa menyunting hasil tulisan cerpen masing-masing.

8)      Siswa mempresentasikan hasil tulisan cerpen masing-masing, pada saat ini guru sudah dapat menentukan penilaian hasil.

Hasil Pengamatan.
                 Pada Siklus II pembelajaran menulis cerpen dalam pelajaran Bahasa Indonesia melalui pendekatan konstekstual. Hasil pembelajaran sudah mengalami peningkatan baik dari suasana proses pembelajaranya maupun hasil tes. Jika pada Siklus I masih ada beberapa siswa yang kurang serius dalam mengerjakan tugas, di Siklus II ini sudah tidak tampak lagi siswa yang demikian. Semua siswa sudah dapat serius dan antusias dalam menyelesaikan tugasnya.
Mereka tidak segan-segan untuk berkonsultasi dan minta pengarahan atau bimbingan guru. Mereka juga mau sharing dengan temannya. Dalam Siklus II ini para siswa lebih bersemangat untuk segera menyelesaikan tugasnya karena dimotivasi oleh guru agar berdisiplin dalam penggunaan waktu. Hasilnya para siswa lebih cepat menyelesaikan tugasnya dibandingkan dalam Siklus I. Guru juga melakukan pengamatan terhadap siswa dalam memilih foto dan menentukan tema cerpen yang sesuai.
                 Sehingga penilaian guru tidak hanya terbatas pada hasil tetapi juga pada prosesnya. Adanya perubahan strategi yang dilakukan guru menyebabkan kreativitas siswa mulai berkembang. Oleh karena itu dalam Siklus II terjadi perubahan suasana belajar yang lebih hidup dan bermakna. Suasana pembelajaran yang mengalami perubahan tersebut juga mempengaruhi peningkatan prestasi dan motivasi belajar siswa kelas IX C SMP Muhammdiyah 4 Surakarta, sehingga mereka menyenangi pembelajaran Bahasa Indonesia.[6]

                 Sejalan dengan tujuan kegiatan prasimak diatas, berikut diuraikan berbagai aktivitas yang dapat siswa lakukan pada tahap ini.
a.     Memprediksi cerita
            Aktivitas ini dapat dilakukan siswa sebelum siswa menyimak utuh semua cerita yang akan diperdengarkan. Guru seyoginya menyiapkan bahan simakan berupa cerita yang bersifat mistrius, penuh jebakan, menuntut siswa berperan sebagai seorang detektif, dan tentu saja mengandung muatan moral. Aktivitas ini dapat digunakan dengan cara guru membacakan/ memperdengarkan seperempat cerita atau sampai pada peristiwa yang memerlukan penyelesaian dan selanjutnya siswa disuruh menebak kelanjutan cerita tersebut. Dalam kondisi siswa belum mampu menyusun sendiri tebak cerita, guru dapat menyusun sejumlah pertanyaan yang menggiring siswa untuk menebak kejadian selanjutnya dalam cerita tersebut. Baik berkenaan dengan nasib, tokoh, alur cerita, setting cerita, maupun akhir cerita.

b.    Menebak cerita
            Aktivitas ini dapat diterapkan dengan jalan guru menyiapkan dua buah gambar atau ilustrasi yang berhubungan dengan cerita. Siswa diminta mengamati kedua ilustrasi tersebut kemudian disuruh menebak ilustrasi mana yang akan berhubungan dengan cerita yang akan diperdengarkan. Variasi lain adalah siswa disuruh menebak cerita mana yang paling menarik berdasarkan kedua ilustrasi tersebut. Selanjutnya siswa diminta menebak bagimana kira-kira isi cerita dari kedua ilustrasi tersebut.




c.     Curah Pendapat
            Aktivitas ini dapat dilakukan jika bahan simakan yang akan diperdengarkan bersifat problematik (mengandung unsur pemecahan masalah) siswa diminta mencurahkan gagasannya dalam hal memecahkan masalah tersebut. Misalnya, wacana yang akan dibahas adalah “Menghemat Listrik” yang di dalamnya membicarakan pentingnya menghemat listrik dan bagaimana cara menghemat listrik. Setelah mendengar tema bahan simakan, siswa disuruh mencurahkan gagasannya tentang pentingnya menghemat listrik dan cara menghemat listrik. Setelah siswa menuliskan/ menyampaikan gagasannya, barulah siswa diperdengarkan bahan simakan tersebut.

d.    Observasi gambar/ ilustrasi
            Aktivitas ini dapat dilakukan jika bahan simakan berhubungan dengan erat dengan kehidupan anak. Pada tahap ini siswa diminta mengobservasi gambar kemudian disuruh menuliskan segala yang mereka ketahui tentang sesuatu yang berhubungan dengan gambar tersebut. Misal, guru menunjukkan gambar berbagai alat komunikasi, siswa kemudian disuruh mengamati gambar tersebut, kemudia mereka menuliskan tentang hal tersebut, uraian yang dibuat siswa bersifat deskriptif.[7]

D.    Strategi Implementasi Pendekatan Kontekstual
Dalam mengaplikasikan pendekan kontekstual, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu:
1.      Membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connection) antara sekolah dan konteks kehidupan nyata, sehingga siswa merasakan bahwa belajar penting untuk masa depannya.
2.      Melakukan pekerjaan yang signifikan. pekerjaan yang memiliki suatu tujuan, memiliki kepedulian terhadap orang lain, ikut serta dalam menentukan pilihan, dan menghasilkan produk.
3.      Pembelajaran mandiri yang membangun minat individual siswa untuk bekerja sendiri ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna dengan mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan sehari-hari.
4.      Bekerja sama untuk membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka untuk mengerti bagaimana berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya.
5.      Berfikir kritis dan kreatif. Siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam pengumpulan, analisis dan sintesa data, memahami suatu isu/fakta dan pemecahan masalah.
6.      Pendewasaan individu. Dengan mengenalnya, memberikan perhatian, mempunyai harapan tinggi terhadap siswa dan memotivasinya.
7.      Pencapaian standar yang tinggi melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
8.      Menggunakan penilaian autentik yang menantang siswa agar dapat menggunakan informasi akademis baru dan keterampilannya ke dalam situasi nyata untuk tujuan yang signifikan.

Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan, mengalami, menerapkan, bekerja sama dan mentransfer.
1.      Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa.
2.      Mengalami merupakan inti belajar kontekstual yang berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3.      Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistic dan relevan.
4.      Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang kompleks dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5.      Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.






















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan materi yang dibahas di atas, dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut.
1.      Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2.      Pendekatan kontekstual lebih mengedepankan student centre daripada pendekatan tradisional yang menggunakan metode teacher centre.
3.      Implementasi pembelajaran bahasa dan sastra dalam pendekatan kontekstual bisa menggunakan pembelajaran membuat cerpen sesuai dengan keseharian atau kisah hidup peserta didik tersebut.

B.     Saran
Penerapan pendekatan kontekstual memang sangat bangus untuk diterapkan pada peserta didik, tapi memang memerlukan banyak waktu untuk mengimplementasikannya daripada pendekatan tradisional. Saran saya, guru dan sekolah harus bekerja sama untuk mewujudkan pembelajaran yang tidak memberatkan peserta didik dan mereka belajar dengan hati bukan dengan keterpaksaan.



DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung : PT Refika Aditama
Kurniawan, Heru 2015. Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia ( Kurikulum 2013 ). Jakarta : Prenadamedia Group.

Mursiyah, Tatik. 2012. Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Keterampilan Menulis Cerpen bagi Siswa Kelas IX C SMP Muhammadiyah 4 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
Ratumanan, T.G. 2015. Inovasi Pembelajaran. Yogyakarta : Penerbit Ombak
Sihabuddin. 2014. Strategi Pembelajaran. Surabaya : UIN Sunan Ampel Press



[1] Sihabuddin, 2014. Strategi Pembelajaran. UIN Sunan Ampel Press : Surabaya. Hlm 150.
[2] T.G. Ratumanan, 2015. Inovasi Pembelajaran. Penerbit Ombak. Yogyakarta. Hlm 71.
[3] Sihabuddin, 2014. Strategi Pembelajaran. UIN Sunan Ampel Press : Surabaya. Hlm 152.
[4] Sihabuddin, 2014. Strategi Pembelajaran. UIN Sunan Ampel Press : Surabaya. Hlm 153-154.

[5] Heru Kurniawan, 2015. Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia ( Kurikulum 2013 ). Prenadamedia Group : Jakarta. Hlm 66-67.
[6] Tatik Mursiyah. Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Keterampilan Menulis Cerpen bagi Siswa Kelas IX C SMP Muhammadiyah 4 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
[7] Yunus Abidin. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. 2012. Bandung : PT Refika Aditama.hlm 104-105

Komentar