BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Membunuh
orang adalah dosa besar selain ingkar,karena kejinya perbuatan itu juga untuk
menjaga keselamatan dan ketentraman umum, Allah yang Maha Adil dan Maha
Mengetahui memberikan balasan yang layak dengan kesalahan yang besar itu,yaitu
hukuman berat di dunia atau di masukkan ke dalam neraka di akhirat nanti.
Seringkali dalam kehidupan masyarakat muncul
adanya peristiwa pembunuhan yang menimbulkan keresahan dalam kehidupan mereka.
Dalam segi hukum negara mungkin terasa jelas bahwa hukuman bagi seorang
pembunuh sudah diatur dalam pasal KUHP dimana dalam pasal tersebut sudah
tertera jelas mengenai hukuman bagi pelaku pembunuhan diantaranya hukuman
penjara,denda dan bahkan hukuman mati.
Lantas itu
semua hanyalah menjadi hal yang semu yang kurang memberikan efek jera bagi
pelaku pembunuhan ataupun sesorang yang akan melakukan tindak pembunuhan. Mengenai
hukuman bagi pelaku pembunuhan sudah dapat dikatakan pada golongan hukuman
berat dalam hukum negara dan yang menjadi alasan mengapa pemakalah menyusun
makalah ini adalah karena sebagian besar orang pada umumnya memandang
pembunuhan sebagai hal yang wajar untuk melampiaskan amarah kepada seseorang
ataupun sebagai salah satu bentuk balas dendam.
Padahal apabila dikaji secara mendalam, urusan
bagi pelaku pembunuhan bukan hanya kepada korban yang dibunuh,keluarga korban
atau bahkan pada negara melainkan satu hal penting yang dilupakan mereka
berurusan dengan hukum sang pencipta yang tentu bila dibandingkan dengan hukum
negara tidak ada apa-apanya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dengan memprhatikan latar belakang di atas maka
dapat dirumuskan pada makalah ini, yakni:
1. Apa
yang dimaksud dengan pembunuhan?
2. Apasaja
macam-macam pembunuhan?
3. Bagaimana
hukuman bagi pelaku pembunuhan?
4. Bagaimana
hukum bagi pelaku pembunuhan menurut Undang-undang?
C.
TUJUAN
PEMBAHASAN
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka dapat
disusun tujuan dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1.
Dapat memahami
pengertian pembunuhan.
2.
Mengetahui
macam-macam pembunuhan dan penjelasannya.
3.
Dapat memahami
hukuman yang diterima oleh pelaku pembunuhan.
4.
Dapat memahami
undang-undang tentang pidana pelaku pembunuhan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PEMBUNUHAN
Pembunuhan
adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang
mengakibatkan seseorang dan/atau beberapa orang meninggal dunia. Para ulama mendefinisikan pembunuhan
dengan suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa.
Pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan nyawa
seseorang. Sedangkan secara istilah adalah perbuatan manusia yang mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja, baik
dengan alat yang mematikan ataupun dengan alat yang tidak mematikan, artinya
melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja dengan
menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan. Sejalan dengan pendapat
sebagian ulama’ bahwa, pembunuhan merupakan suatu perbuatan manusia yang
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan itu tidak dibenarkan dalam agama
islam.[1]
Membunuh
adalah perbuatan yang dilarang dalam islam, karena islam menghormati dan melindungi
hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT :
Artinya : “Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan suatu alasan yang benar”. (QS. Al-Isra : 33)
Karena ada ketegasan mengenai larangan pembunuhan,
maka jika ada dua pihak yang saling membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh
syara’, maka orang yang membunuh maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk
neraka.
B.
MACAM-MACAM
PEMBUNUHAN
Pembunuhan
dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan seperti
sengaja dan pembunuhan tersalah.
1.
Pembunuhan
sengaja
Pembunuhan
yang telah direncanakan dengan menggunakan alat yang mematikan, baik yang
melukai atau memberatka (mustsqal). Dikatakan pembunuhan sengaja apabila ada
niat dari pelaku sebelumnya dengan menggunakan alat atau senjata yang
mematikan. Si pembunuh termasuk orang yang baligh dan yang dibunuh (korban)
adalah orang baik. Dalam keadaan yang demikian, maka wajib atas orang yang membunuh,
adanya pembalasan atau qishas. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat an nisa ayat 93 yang artinya :
”Dan
barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Maka balasannya adalah
neraka jahanam, ia kekal didalamnya dan Allah murka didalamnya dan mengutuknya
serta menyediakan adzab yang besar baginya."
2.
Pembunuhan tidak
sengaja
Pembunuhan
yang dilakukan seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan alat yang biasanya
tidak mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Semisal apabila
seseorang melempar sesuatu, namun mengenai orang lain dan menyebabkannya
terbunuh. Maka pembunuhan jenis ini tidak menyebabkan adanya qishas, ia hanya
diwajibkan membayar diyat mukhafafah (diyat ringan) kepada ahli waris terbunuh.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat an nisa ayat 92 yang berarti:
”Dan tidak layak bagi
orang mukmin membunuh seseorang mukmin (yang lain). Kecuali karena tersalah
(tidak disengaja) dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena bersalah
(hendaknya) ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh itu) kecuali jika mereka (
keluarga terbunuh ) bersedekah (membebaskan si pembunuh dari pembayaran diyat).
3. Pembunuhan
seperti sengaja
Apabila
seseorang bermaksud melukai orang lain dengan alat yang tidak sampai membunuh,
namun orang yang dilukai terbunuh. Pembunuhan ini tidak menyebabkan qishash,
namun wajib membayar diyat mugholadzoh yang dibebankan kepada karib keluarga
terbunuh, yang bisa diansur selama tiga tahun.
C.
HUKUM
BAGI PELAKU PEMBUNUHAN
Pelaku atau orang yang melakukan pembunuhan
setidaknya telah melanggar tiga macam hak, yaitu : hak Allah, hak ahli waris
dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan di dunia diserahkan kepada ahli
waris korban, apakah pembunuh akan di qishash atau dimaafkan. Jika pembunuh
dimaafkan maka wajib baginya membayar diyat kepada ahli waris korban.
Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di
akhirat nanti, apakah pembunuh akan dimaafkan oleh Allah SWT., karena telah
melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.
Berikut keterangan singkat mengenai hukuman bagi
pembunuh sesuai dengan macamnya.
1. Pembunuhan
sengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah
qishash yaitu pelaku harus diberikan sanksi yang berat. Dalam hal ini hakim
menjadi pelaksana qishash. Keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim
sendiri.
Jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan,
maka hukumannya adalah membayar diyat mugholadzoh (denda berat) yang diambilkan
dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak keluarga. Selain
itu pembunuh juga haru menunaikan kaffarah.
2. Pembunuhan
tidak sengaja
Pelaku pembunuhan seperti segaja tidak di qishash.
Ia dihukum dengan membayar diyat mugholadzoh yang diambilkan dari harta
keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada
keluarga korban, setiap tahunya sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus
melaksanakan kaffarah. Sesuai dengan sabda Rosulullah SAW :
Artinya : “Barang siapa membunuh dengan sengaja, ia diserahkan
kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki maka
dapat mengambil qishash. Dan jika mereka tidak menghendaki (tidak mengambil
qishash) maka dapat mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan
40 ekor khilfah” (H.R Tirmidzi)
Hadist Rosulullah tersebut merupakan dalil
diwajibkannya diyat mugholadzah bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja (yang
dimaafkan keluarga korban) dan pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.
3. Pembunuhan
seperti sengaja
Hukuman bagi pembunuhan tersalah adalah membayar
diyat mukhaffafah (denda ringan) yang diambil dari harta keluarga pembunuh dan
dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban
setiap tahunnya sepertiga.
Selain
itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarat, sesuai dengan firman Allah SWT :
“Dan
barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia harus
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)” (QS. A-NISA 92).
D.
QISHASH
a. Pengertian
Qishash
Qishash berasal dari kata قصص
yang artinya memotong atau berasal dari kata اقتص
yang artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si penjahat sebagai
pembalasan atas perbuatannya. Menurut syara’ qishash ialah hukum balasan yang seimbang
bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh
orang lain yang dilakukan dengan sengaja.[2]
Namun apabila keluarga korban meminta tebusan
(diyat) atau memberikan ampun secara Cuma-Cuma kepada pelaku pembunuhan, maka
hukum qishash tidak berlaku lagi bagi si pelaku.
Putusan memberi maaf atau memberlakukan hukum
qishash sepenuhnya berada dalam kuasa wali korban, yaitu para ahli waris korban
pembunuhan. Jika diantara ahli waris korban ada yang masih kecil, putusan
ditangguhkan hingga ia baligh dengan maksud agar memiliki hak pilih, sebab
qishash merupakan hak untuk seluruh ahli waris, anak yang masih kecil dan belum
baligh belum memiliki hak pilih sehingga baligh. Bila seluruh ahli waris atau
salah satunya memberi ampunan dengan syarat diberi diyat, pihak pembunuh wajib
membayar diyat berat dari hartanya.[3]
Berdasarkan penjelasan diatas qishas dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Qishash
pembunuhan (yang merupankan hukuman bagi pembunuh)
2. Qishas
anggota badan (yang merupakan hukum bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak
atau menghilangkan fungsi anggota badan).
b. Syarat
Wajib Qishash
Hukum qishash wajib dilakukan apabila memenuhi
syarat-syarat sebagaimana berikut:
1. Pembunuh
adalah orang baligh dan berakal, karena qishash adalah hukuman fisik, dan
hukuman fisik tidak diwajibkan kecuali atas sebuah kesalahan, sementara
perbuatan anak kecil atau orang gila tidak dapat dikriteriakan sebagai
kesalahan, sebab mereka tidak dianggap sah dalam merencanakan pembunuhan,
sehingga mereka tidak berhak mendapatkan hukuman. Mereka tidak bisa dijatuhi
hukuman qishash karena pembunuhan, meskipun dalam bentuk pembunuhan disengaja.
2. Pembunuh
bukan ayah dari yang terbunuh
Meskipun seorang ayah
sengaja membunuh anaknya, ia tidak dihukumi hukuman qishash. Sebagaimana hadis
rosulullah:
“Seorang ayah tidak
diqishash karena membunuh anaknya”
Demikian pula dengan
kakek dan seterusnya.
3. Derajat
orang yang dibunuh tidak lebih rendah dari pembunuh, baik karena terbunuh
adalah hamba sahaya ataupun non muslim.
c. Hikmah
Qishash
Hikmah yang dapat dipetik bahwa islam menerapkan
hukuman yang sangat menjaga serta menjaga kehormatan dan keselamatan jiwa
manusia. Pelaku perbuatan pembunuhan diancam dengan Qishash baik yang terkait
pada tindak pidana pembunuhan ataupun tindak pidana yang berupa merusak anggota
badan ataupun menghilangkan fungsinya, akan menimbulkan banyak efek positif.
Yang terpenting diantaranya adalah:
1. Dapat
memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan, beta pa tinggi
nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan diganti
dengan anggota badan.
2. Dapat
memelihara keamanan dan ketertiban. Karena dengan adanya qishash orang akan
berfikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan ataupun
penganiyayaan. Di sinilah qishash memiliki peranan penting dalam menjuhkan
manusia dari nafsu membunuh ataupun menganiaya orang lai, hingga akhirnya
manusia akan merasakan atmosfir kehidupan yang penuh dengan keamanan,
kedamaian, dan ketertiban.
3. Dapat
mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya pertumpahan
darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar membantu program negara
dalam usaha memberantas berbagai macam praktik kejahatan, sehingga ketentraman
dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah tegaskan dalam firmannya surah
Al-Baqoroh ayat 179, yang berbunyi:
Artinya: “Dan dalam
qishash itu ada jaminan (kelangsungan hidup bagimu), hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertaqwa”
E.
DIYAT
a. Pengertian
Diyat
Diyat adalah harta yang wajib diserahkan kepada
korban atau walinya karena tindakan pidana. Diyat jufga disebut juga ‘aql. Akar
kata ini digunakan karena jika seseorang membunuh orang lain, ia mengumpulkan
diyat berupa unta kemudian diikat di halaman para wali korban, yaitu diikat
dengan tali pengikat untuk diserahkan kepada mereka. Diyat sendiri dimaksudkan
untuk memberi efek jera dan menjaga jiwa.
Diyat terbagi dua, diyat berat dan diyat ringan.
Diyat ringan berlaku dalam pembunuhan tidak sengaja dan diyat berat berlaku
dalam pembunuhan mirip sengaja. Sedangkan diyat pembunuhan sengaja jika wali
korban memaafkan, menurut imam Syafi’i dan Hanabilah, dalam kondisi seperti ini
diyat berat wajib diberikan. Adapun Abu Hanifah berpendapat, tidak ada diyat
dalam pembunuhan sengaja, yang diwajibkan adalah kesepakatan diantara kedua
belah pihak, dan kesepakatan yang dicapai itulah yang harus dilaksanakan segera
tidak ditunda-tunda.
1. Diyat
Berat
Seratus ekor unta,dengan rincian 30
ekor unta betina umur 3-4 tahun,30 ekor unta betina 4-5 tahun,dan 40 ekor unta
betina yang sudah bunting. Denda berat ini wajib:
a) Sebagai
ganti hukuman qishos yang dimaafkan bagi yang melakukan pembunuhan dengan
sengaja dan dengan alat yang dapat membunuh.[4]
b) Sebab
pembunuhan semi{seperti}sengaja, dibayar selama 3 tahun,tiap tahun 1/3nya.
2. Diyat
Ringan
Seratus
ekor unta,dengan rincuan 20 ekor unta betina umur1-2tahun,20 ekor unta betina
2-3 tahun,dan 20 ekor umur 3-4 tahun,dan 20 ekor umur 4-5 tahun.
b. Perubahan
Diyat Menjadi Lebih Berat
Diyat pembunuhan yang
mengandung kesalahan itu diperberat, apabila pembunuhan terjadi pada salah satu
dari tiga tempat:
1. Pembunuhan
dilakukan di tanah haram
2. Pembunuhan
dilakukan pada bulan-bulan haram
3. Pembunuhan
terhadap orang yang mempunyai hubungan keluarga dan masih mahram.
Tanah haram adalah
Makkah, bulan-bulan haram adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharam, dan Rajab.
F.
PASAL-PASAL
TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
(Pasal
338-350)
119. Barang
siapa sengaja merampas nyawa orang lain,diancam
,karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
121. Barang
siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,diancam
karena pembunuhan dengan rencana(moord)dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu,paling lama dua puluh tahun.
124. Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati,diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
Dalam Pasal 340 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord),
dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara
selama-lamanya dua puluh tahun.”
Dari uraian bunyi pasal diatas, bisa disimpulkan bahwa
Pembunuhan Berencana itu memiliki dua unsur, yaitu Unsur Subyektif dan Unsur
Obyektif.
Unsur Subyektif, yaitu : dengan sengaja, dengan rencana lebih
dahulu.
Unsur
Obyektif, yaitu : Perbuatan (menghilangkan nyawa), Obyeknya (nyawa orang lain).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pembunuhan adalah perbuatan
manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja
ataupun tidak sengaja, baik dengan alat yang mematikan ataupun dengan alat yang
tidak mematikan. Membunuh adalah perbuatan yang dilarang oleh agama islam,
karena islam sangan menghormati dan melindungi hak hidup. Pembunuhan sendiri
dibagi menjadi 3 macam yakni, pembunuhan sengaja, pembunuhan tidak sengaja dan
pembunuhan seperti sengaja. Ketiga macam pembunuhan tersebut memiliki sanksi
ataupun hukuman yang berbeda bagi setiap pelakunya, tergantung pula apakah
pihak keluarga korban memaafkan atau tidak. Jika pihak keluarga korban tidak
memaafkan, maka si pelaku dikenai hukuman qishash atau diyat dan dapat juga
dihukum pidana sesuai dengan Undang-undang yang berlaku di Indonesia.
B.
SARAN
Dengan terselesaikannya makalah ini
diharapkan kepada pembaca dan khususnya kepada penulis untuk memahami perihal
hukum pembunuhan. Dan kita senantiasa menjauhi perbuatan terlarang tersebut.
Apabila terjadi kesalahan pengetikan atau ketepatan isi materi, maka penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya karena pada dasarnya tiada manusia yang sempurna
dan tidak luput dari salah dan dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu Syuja’. 2017. Matnil
Ghayah wat Taqrib. Sukmajaya: Fathan Media Prima.
Al-Bigha, Musthafa Daib. 2008.
Tahdzib. Surabaya: Al-Hidayah.
Muhammad. 1992. Fathul Qorib.
Surabaya: Al-Hidayah.
Soewarno, Tri Bimo. 2015. Buku Fikih
Siswa. Jakarta: Kementrian Agama
Sulaiman. 2017. Ringkasan Fikih
Sunnah. Depok: Senja Media Utama.
Undang-Undang pembunuhan
Komentar
Posting Komentar