BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Puasa dalam bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum” atau “shiyam”. Secara
terminologi “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al-
imsak” yaitu
menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk maksud “menahan
diri” yaitu meninggalkan makan, minum, hubungan suami isti, dan
berbicara. Sedangkan puasa secara syar’i adalah menahan diri dari makan, minum,
hubungan suami istri dan apa saja yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit
fajar sampai terbenam matahari, dengan mengharap ridha Allah SWT.
Puasa
merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga
dijalankan pada masa umat-umat terdahulu, bagi orang yang beriman ibadah puasa
merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab
untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipat gandaan pahala kebaikan,dan
pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya
diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh
yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang
bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi
menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.
Dalam ajaran Islam, puasa mempunyai kedudukan yang tinggi,
karena disamping sebagai ibadah wajib yang dapat mendekatkan diri kepada Allah
SWT, juga mengandung banyak hikmah yang berkaitan dengan rohani dan jasmani. Puasa
digolongkan menjadi dua yaiti puasa wajib dan sunnah, puasa wajib merupakan
salah satu dari rukun islam, yaitu puasa Ramadhan, Selain puasa wajib
ada juga puasa sunnah yang diperintahkan Rasullah seperti puasa 6 hari
pada bulan syawwal, puasa pada hari senin dan kamis, puasa ‘arafah, dan
Puasa Asyura’ masih banyak lagi. Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas
macam macam puasa sunnah beserta dengan keutamaannya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka saya dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian puasa sunnah?
2. Apa
saja macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya?
3. Apa
saja ketentuan dalam melaksanakan puasa sunnah?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini sebagai berikut :
A. Mengetahui
dan memahami pengertian puasa sunnah
B. Mengetahui
dan memahami saja macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya
C. Mengetahui
dan memahami saja ketentuan dalam melaksanakan puasa sunnah
D.
Manfaat
Berdasarkan
tujuan diatas, maka manfaat dari makalah ini agar
dapat mengetahui ada berapa macam puasa sunnah dan keistimewaannya serta dapat
mengetahui ketentuan dalam melakukan puasa sunnah sehingga pembaca dan penulis
bisa melaksanakan ibadah puasa sunnah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puasa Sunnah
Puasa adalah amalan yang
sangat utama. Di antara ganjaran puasa disebutkan dalam hadits berikut,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ
يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ
عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ
عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipat gandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga
tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan
puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan
membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku.
Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan
ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau
mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak
kasturi” (HR. Muslim no. 1151).
Puasa
Sunnah adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan
apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnah adalah
amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa
sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan
(as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah
mendapatkan cinta Allah.[1]
Sebagaimana disebutkan dalam
hadits qudsi :
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى
يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ
كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ،
وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ
سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah
sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi
petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk
pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada
tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia
gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya
dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari
no. 2506).[2]
B.
Macam-macam
Puasa Sunnah
1.
Puasa hari Senin dan Kamis
Artinya: Rasullullah pernah
ditanya tentang sebab-sebab
disyariatkanya puasa Senin-Kamis. Rosulullah menjawab
dalam hadits yang
artinya, “ Amal-amal
kita ditunjukan kepada
Allah pada setiap hari Senin dan
Kamis, oleh karena itu, aku suka ketika amal-amalku ditunjukan kepada Allah,
aku sedang puasa,” (HR. Ahmad).
Dasar Hukum: Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid
R.a, dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Saw selalu berpuasa pada hari Senin
dan Kamis, mana kala beliau ditanya tentang hal tersebut, beliau menjawab :
إِنَّ أَعْمَالَ اْلعِبَادِ
تُعْرَضُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ
“Sesungguhnya amal-amal hamba dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan
Kamis."
Namun tidak ada
kewajiban mengiringi puasa hari Senin dengan puasa hari Kamis atau sebaliknya.
Keduanya merupakan hari di mana amal-amal hamba diangkat dan diperlihatkan
kepada Alloh.
a.
Niat Puasa Hari Senin
نويت صوم يوم الاثنين سنة لله
تعالى
NAWAITU SHAUMA YAUMUL ISNAIN SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa hari Senin, Sunnah karena Allah ta'ala."
b.
Niat Puasa Hari Kamis
نويت صوم يوم الخميس سنة لله
تعالى
NAWAITU SHAUMA YAUMUL KHAMISI SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa hari Kamis, sunnah karena Allah ta'ala."
2.
Puasa selama 6 hari pada bulan
Syawal
Puasa sunnah 6 hari di bulan syawal (puasa syawal) adalah puasa sunnah yang
dianjurkan oleh rasulullah saw, sebagai penyempurna ibadah puasa ramadan. bila
dikerjakan maka nilai pahalanya sama dengan berpuasa sepanjang tahun.
Sebagai dasar hukum dari puasa
sunnah 6 hari di bulan syawal adalah berdasarkan hadits Rasulullah Saw, dari
Abu Ayyub Ra, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ
أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa 6 hari di
bulan Syawal, berarti dia telah berpuasa selama setahun.”(Hr. Muslim).[4]
Para
ahli memahami hadits tersebut dengan mengaitkannya kepada hadits yang
menerangkan bahwa satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Jadi satu
bulan (30 hari) berpuasa pada bulan Ramadhan sama nilainya dengan sepuluh bulan
(300 hari) berpuasa di luar Ramadhan, dan enam hari berpuasa pada bulan Syawal
sama nilainya dengan dua bulan (60 hari). Dengan demikian jadilah puasanya
seperti 12 bulan (1 tahun).[5]
Rasulullah Saw biasa puasa Syawal 6 hari berturut-turut, tapi sebagian
ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut 6 hari, namun pahalanya insya
allah sama dengan yang berturut-turut. Namun, menurut pendapat beberapa ulama
termasuk Syaikh Utsaimin, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama
karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak
menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal.
Niat Puasa Syawwal :
نويت صوم شهر شوال سنة لله
تعالى
NAWAITU SHAUMA SYAHRI SYAWWAALA SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa bulan Syawwal, sunnah karena Allah ta'ala."
3.
Puasa hari Arafah (9 Zulhijjah
atau sebelum Idul Adha)
Puasa Arafah adalah puasa yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa
Arafah dinamakan demikian karena saat itu jamaah haji sedang wukuf di terik
matahari di padang Arafah. Puasa Arafah ini dianjurkan bagi mereka yang tidak
berhaji. Sedangkan yang berhaji tidak disyariatkan puasa ini.
Mengenai hari Arofah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ مَا مِنْ يَوْمٍ
أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ
هَؤُلاَءِ فَيَقُولُ مَا
أَرَادَ
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah
hari Arofah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka
pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?”
(HR. Muslim).
Ibnu Rajab Al Hambali
mengatakan, “Hari Arofah adalah hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu,
Allah akan membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arofah dan penduduk
negeri kaum muslimin yang tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari
setelah hari Arofah –yaitu hari Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di
seluruh dunia. Baik yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya
sama-sama akan mendapatkan pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari
Arofah.” (Lathoif Al Ma’arif, 482).
Mengenai keutamaan puasa
Arafah disebutkan dalam hadits Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى
أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan
datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah adalah di antara jalan untuk mendapatkan
pengampunan di hari Arafah. Hanya sehari puasa, bisa mendapatkan pengampunan
dosa untuk dua tahun. Luar biasa fadhilahnya Hari Arafah pun merupakan waktu
mustajabnya do’a.
Sebagaimana disebutkan dalam
hadits :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا
وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى
وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arofah. Dan sebaik-baik yang
kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa
ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala
kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian
dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”.” (HR. Tirmidzi, hasan).
Hukum
puasa ini sunnah muakad. Dosa yang dilebur adalah dosa-dosa kecil yang tidak
ada sangkut pautnya dengan hak-hak Adam, sebab dosa besar bisa dilebur hanya
dengan bertaubat yang sah, sedangkan hak Adam terserah pada kerelaan yang
bersangkutan sendiri. Jikalau tak punya dosa kecil maka kebajikan-kebajikannya
akan ditambah.[6]
Praktik Puasa
Arafah bisa diikuti dengan
Puasa Tarwiyah. Jadi
pada tanggal 8
Zulhijjah, berpuasa Tarwiyah
disambung dengan puasa Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah.
Niat Puasa 'Arafah :
نويت صوم عرفة سنة لله تعالى
NAWAITU SHAUMA ARAFATA SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa 'Arafah, sunnah karena Allah ta'ala."
4.
Puasa hari Asyura
Pada Muharram, awal tahun baru
hijriyah. Berdasarkan dalam beberapa hadis, terdapat anjuran dari pada
Rasulullah SAW kepada umat Islam untuk berpuasa pada tanggal sepuluh bulan
Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram biasa disebut dengan Hari ’Aasyuura
(Hari kesepuluh bulan Muharram).
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW
mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ’Asyuura. Lalu beliau bertanya
mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Mereka pun menjelaskan bahawa hal itu
untuk memperingati hari dimana Allah SWT telah menolong Nabi Musa as bersama
kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tenteranya. Bahkan pada hari itu pula
Allah telah menenggelamkan Firaun disebabkan kezalimannya terhadap Bani Israil.
Mendengar penjelasan itu, maka Nabi SAW pun menyatakan bahawa ummat Islam jauh
lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi
Musa as. Setelah itu, baginda pun menganjurkan kepada kaum muslimin agar
berpuasa pada hari ’Asyuura.
لَهُمْ فَقَالَ عَاشُورَاءَ
يَوْمَ صِيَامًا الْيَهُودَ فَوَجَ دَ الْمَدِينَةَ قَدِمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ أَنَّ
مُوسَى فِيهِ اللَّهُ أَنْجَى
عَظِيمٌ يَوْمٌ هَذَا فَقَالُوا تَصُومُونَهُ الَّذِي الْيَوْمُ مَا هَذَا
وَسَلَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ
صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ فَقَالَ
نَصُومُهُ فَنَحْنُ شُكْرًا سَى مُو فَصَامَهُ وَقَوْمَهُ فِرْعَوْنَ وَغَرَّقَ
وَقَوْمَه
بِصِيَامِهِ وَأَمَرَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ
رَسُولَ فَصَامَهُ مِنْكُمْ بِمُوسَىوَأَوْلَىأَحَقُّفَنَحْنُ
“Sesungguhnya Rasulullah SAW tiba di Madinah dan mendapati kaum Yahudi
berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Hari apakah ini
sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka (kaum Yahudi) menjawab: ”Ini adalah
hari agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan
Firaun beserta kaumnya, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan
syukur sehingga kami pun berpuasa.” Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Kami (kaum
Muslimin) lebih berhak atas Musa daripada kalian (kaum Yahudi). Maka Rasulullah
SAW pun berpuasa dan menyuruh (kaum muslimin) berpuasa.” (HR Muslim).
Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga
tingkatan, yaitu :
1.
Berpuasa tiga
hari yaitu, tanggal 9, 10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam.
2. Berpuasa
dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di bulan Syura atau Muharam.
3. Berpuasa
satu hari yaitu, tanggal 10 Syura atau Muharam.
Adapun fadhillah (keutamaan)
berpuasa pada hari ’Asyuura ini? Nabi Muhammad SAW berdoa agar sesiapa yang
berpuasa ’Asyuura, agar Allah mengampuni dosanya selama satu tahun yang telah
berlalu.
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ
أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Rasulullah SAW bersabda: ”Puasa hari ‘Asyura, aku memohon kepada Allah agar
menjadikannya sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR Muslim)
Niat Puasa Bulan Muharram (Puasa 'Asyura) :
نويت صوم عشر سنة لله تعالى
NAWAITU SHAUMA 'ASYURA SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa hari 'Asyura, sunnah karena Allah ta'ala."
5.
Puasa pada bulan Sya’ban
Bulan Sya'ban adalah bulan di
saat Nabi Muhammad saw melakukan puasa sunnahnya yang terbanyak. Di bulan-bulan
lain, Nabi tidak melakukan puasa (sunnah) sebanyak di bulan Sya'ban. Namun tak
ada kejelasan, tepatnya berapa hari yang disunnah kan berpuasa.
Dari Aisyah RA berkata,
“Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa (sunah) pada satu bulan lebih banyak
daripada bulan Sya’ban. Sungguh beliau berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban.”
Dalam sebuah riwayat
dikatakan, “Beliau berpuasa di seluruh bulan Sya’ban kecuali beberapa hari saja
beliau tidak berpuasa.” (Muttafaq Alaihi).
Riwayat Ibn Hibban, al-Bazzar
dan lain-lain). Al-Albani mensahihkan “Allah melihat kepada hamba-hambaNya pada
malam nisfu Sya'ban, maka Dia ampuni semua hamba-hambaNya kecuali musyrik
(orang yang syirik) dan yang bermusuh (orang benci membenci)".(hadith ini
dalam Silsilah al-Ahadith al-Sahihah. (jilid 3, .m.s. 135, cetakan: Maktabah
al-Ma`arf, Riyadh).
Itulah kebiasaan yang kerap
dilakukan Rasulullah SAW pada Sya’ban. Beliau mengisi hari-harinya pada bulan
Sya’ban dengan memperbanyak puasa sunah demi mengharap rida Allah SWT. Keutamaan: bulan
ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Robb semesta alam (HR.
An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
Niat Puasa Sya'ban :
نويت صوم شهر شعبان سنة لله
تعالى
NAWAITU SHAUMA SYAHRI SYAHBAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa bulan sya'ban, sunnah karena Allah ta'ala."
6.
Puasa Hari Abyadh (puasa
setiap tanggal 13,14 dan 15 bulan Qomariyah)
Disunnahkan untuk melakukannya
pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan.
Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa puasa
pada harai putih adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur putih, air
putih, dsb.
Nabi SAW bersabda:
عن ابي ذر قال رسول لله صلى
الله عليه وسلم يا أبا ذر إذا صمت من الشهر ثلاثة فثم ثلاثة عشرة وأربع عشرة وخمس
عشرة (رواه أحمد والنسائى)
Dari Abi Zarr, Nabi SAW.
Bersabda: “Hai Abu Zarr, apabila engkau hendak puasa tiga hari dalam sebulan,
hendaklah engkau puasa pada hari ke 13, 14, dan 15.” (HR. Ahmad dan Nasa’i)
Niat Puasa Hari-hari Putih :
نويت صوم ايام البيض سنة لله
تعالى
NAWAITU SHAUMA AYYAAMI BIIDH SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa pada hari-hari putih, sunnah karena Allah
ta’ala."
7.
Puasa Daud ( sehari puasa
sehari buka)
Hal ini di dasarkan kepada
hadits Nabi SAW yang Artinya:”Puasa yang paling dicintai Allah SWT adalah puasa
Dawud dan Shalat yang paling dicintai Allah adalah Shalat Nabi , biasanya Dia
tidur sampai pertengahan malam lalu bangun spertiganya dan tidur lagi seperenam
malamnya.Beliau biasanya puasa sehari dan berbuka sehari”, (HR. Bukhari).[7]
Niat Puasa Daud :
نويت صوم داود سنة لله تعالى
NAWAITU SHAUMA DAAWUD SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa Daud, sunnah karena Allah ta'ala."
8.
Puasa hari ke-9 pada bulan
Muharram (puasa Tasu’a)
Sebagaimana dijelaskan pada hadits :
عن ابن عباس رضي الله عنه لو بقيت
على قابل لأصومنّ التسع والعاشر (زواه مسلم)
Dari Ibn Abbas, berkata:” Jika aku masih hidup sampai masa (bulan) depan,
aku akan melaksanakan puasa pada hari yang ke-9 dan 10 (Muharram).”(HR. Muslim).
Dari keterangan ini, bagi orang yang tidak bepuasa tasu’a disunnahkan
berpuasa pada tanggal 11-nya, bahkan telah berpuasa tanggal 9 sekalipun;
tersebut didalam Al-Umm : tidaklah mengapa, bila berpuasa pada tanggal 10 nya
juga.[8]
Niat puasa Tasu’a :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا
سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى
NAWAITU SHAUMA GHADIN ‘AN ADÂ’I SUNNATIT TASÛ‘Â LILLÂHI TA‘ÂLÂ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah SWT.”
9.
Puasa
delapan hari bulan Dzulhijjah sebelum hari ‘Arafah (puasa Tarwiyah).
Hukum
puasa ini sunnah muakad. Puasa ini dianjurkan baik kepada orang yang sedang
haji maupun yang bukan melaksanakan haji, karena dalam sebuah riwayat yang
diterima dan hafshah diterangkan bahwa amal yang dilaksanakan 10 hari awal
Dzulhijjah mempunyai keutamaan, termasuk kedalamnya amal ibadah puasa. (HR. Abu
Daud dan Nasa’i).
Niat Puasa Tarwiyah :
نويت صوم ترويه سنة لله تعالى
NAWAITU SHAUMA TARWIYAH SUNNATAN LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah ta'ala."
10. Puasa
pada bulan-bulan yang terhormat (al-asyhar al-hurum), yaiitu bulan Dzulqadah, Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab.
Dalam hal ini Nabi SAW bersabda :
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم
قال أفضل الصلاة بعد المكتوبة جوف الليل وأفضل الصيام بعد زمضان شهز الله المحترم
(رواه مسلم)
Dari Abi Hurairah ra., sesungguhnya Nabi SAW bersabda:”Shalat yang paling
baik setelah shalat yang diwajibkan adalah shalat ttengah malam dan puasa yang
lebih baik setelah bulan Ramadhan ialah puasa pada bulan-bulan
terhormat.” (HR. Muslim).
Niat Puasa Bulan Rajab :
نويت صوم شهر رجب سنة لله تعالى
NAWAITU SHAUMA SYAHRI RAJABA LILLAHI TA'AALAA
Artinya :
"Saya niat puasa bulan Rajab, sunnah karena Allah ta'ala."
Menurut ahli fiqh Hanafiyah puasa yang dianjurkan itu
ialah tiga setiap bulan tersebut, yaitu hari Kamis, Jum’at dan Sabtu.
Barangsiapa mengalami Talabbus (terkacaukan)
dengan puasa sunnah atau shalat sunnah, maka diperbolehkan memotong di tengah
jalan (tidak diteruskan sampai akhir); tidak boleh bila itu haji sunnah.
Barangsiapa Talabbus dengan melakukan qadla wajib, maka tidak boleh memotong di
tengah jalan
Haram melakukan puasa pada hari-hari Tasyriq (11, 12,
13 bulan Dzul Hijjah), Idul Fitri, idul Adha, dan juga hari Syak bagi selain
yang telah membiasakan puasa pada hari-hari tertentu misalnya senin kamis, hari
syak yaitu tanggal 30 Sya’ban.
C. Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
1.
Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan
selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa
wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ
يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى
إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ».
فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku dan
bertanya, "Apakah kamu mempunyai makanan?" Kami menjawab, "Tidak
ada." Beliau berkata, "Kalau begitu, saya akan berpuasa."
Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, "Wahai
Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari
kura, samin dan keju)." Maka beliau pun berkata, "Bawalah kemari,
sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa." (HR. Muslim no. 1154). An
Nawawi memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah
dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat)
dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur.”
2.
Boleh menyempurnakan atau membatalkan
puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan
pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin
meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam
Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy
Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.[9]
3.
Seorang istri tidak boleh
berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ
وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan
seizinnya.” (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut
adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Larangan yang
dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram, sebagaimana ditegaskan
oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut karena suami memiliki
hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib
ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang
dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang
sebenarnya bisa diakhirkan.”[10]
Beliau rahimahullahmenjelaskan pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si
istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak
mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Puasa sunnah adalah
amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa
sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan
(as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah
mendapatkan cinta Allah.
Puasa sunnah ada 10, yaitu Puasa
Senin Kamis, Puasa Syawal, Puasa Arafah, Puasa Asyura, Puasa Sya’ban, Puasa
Abyadh Atau Bidh, Puasa Daud, Puasa Tasu’a, Puasa Tarwiyah, dan Puasa Pada
Bulan-Bulan Yang Terhormat (Al-Asyhar Al-Hurum). Sedangkan ketentuan dalam
berpuasa sunnah sendiri ada 3 yaitu Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan
selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, Boleh menyempurnakan atau
membatalkan puasa sunnah, dan Seorang istri tidak boleh
berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya.
B. Saran
Kita sebagai seorang mukmin selain
menunaikan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan, kita seharusnya melaksanakan
puasa-puasa sunnah sama seperti yany dikerjakan oleh Rosulullah, karena dalam
puasa-puasa sunnah tersebut terdapat banyak sekali faidah-faidah/keutamaan-keutamaan
jika kita dapat melaksanakannya. Maka dari itu kita selaku orang mukmin
hendaknya berusaha untuk melaksanakan puasa-puasa sunnah tersebut.
Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya dan orang yang mendengarkannya. Tentunya makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, maka dari itu kamu
akan menerima kritikan-kritikan atau saran-saran para pembaca maupun pendengar
demi kesempurnaan makalah kami ini.
Daftar
Pustaka
As’ad,
Alliy. 1979. Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, Yogyakarta:
Menara Kudus.
An Nawawi, Yahya bin
Syarf. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim. Dar Ihya’ At Turots.
Basri, Helmi. 2010. Fiqih
Ibadah, Pekanbaru: Suska press.
Kumpulan Niat Puasa Sunah (Senin Kamis, Puasa Daud, Puasa Rajab DLL) https://sosmedpc.blogspot.co.id/2016/11/kumpulan-niat-puasa-sunah.html
Rasyid,
Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ridwan hasa. 2009. Fiqih
Ibadah. Bandung: Pustaka Setia bandung.
[1] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Sinar Baru
Algensindo, Bandung, Hlm 220
[2] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,
jilid 3 (Bandung: Alma’arif) hlm. 3
[3] Helmi
Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska Press, 2010) hlm.104
[4] Helmi
Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska Press, 2010) hlm.104
[5] H.
Aliy, As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, Yogyakarta:
Menara Kudus, 1979, hal: 99
[6] H.
Aliy, As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, Yogyakarta:
Menara Kudus, 1979, hal: 97
[7] Helmi
Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru: Suska press, 2010) hlm.105.
[8] H.
Aliy, As’ad, Tarjamah Fathul Mu’in jilid 2, Yogyakarta:
Menara Kudus, 1979, hal: 97
[9] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,
Yahya bin Syarf An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/35
[10] Helmi
Basri, Fiqih Ibadah, (Pekanbaru:
Suska Press, 2010) hlm.104
Komentar
Posting Komentar