Riba




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku Riba ternyata telah membudaya. Kurangnya pengetahuan tentang Riba, hukum–hukum yang mendasari Riba, sebab–sebab diharamkannya Riba, pembagian Riba, hal-hal yang menyebabkan Riba serta  dampak yang ditimbulkan oleh Riba tersebut.
Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba, Karena  Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam syariat Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba.
Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba merupakan permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi di bidang perekonomian (dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-hari. Pada dasarnya, transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang, namun bentuk dari sumbertersebut bisa berupa qardh, buyu'  dan lain sebagainya.
Para ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini mengacu pada Kitabullah dan SunnahRasul serta ijma' para ulama. Bahkan dapat dikatakan tentang pelarangannya sudah menjadi aksioma dalam ajaran Islam. Beberapa pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral melainkan sesuatu yang menghambat aktifitas perekonomian masyarakat. Sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan orang miskin akan semakin miskin dan tertindas. Manusia merupakan makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang bergejolak dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya, tidak pernah merasa puas, sehingga transaksi-transaksi yang halal susah didapatkan karena disebabkan keuntungannya yang sangat minim, maka haram pun jadi (riba). Ironis memang, justru yang banyak melakukan transaksi yang berbau riba adalah kalangan umat Muslim yang notabene mengetahui aturan-aturan syari'at Islam. bahwa sarjana Barat tersebut menemukan banyak orang Islam di Indonesia, tetapi perbuatan orang Islam di Indonesia sedikit yang Islami, sebaliknya sarjana Barat sedikit menemukan orang Islam di negara barat tetapi perbuatan atau pekerjaannya mencerminkan kebudayaan Muslim. Kalau demikian kondisi umat Islam, maka celakalah"mereka". Karena seorang muslim sejati hanya akan "melongok" dunia perekonomian melalui kaca mata Islam yang selalu mengumandangkan "ini halal dan ini haram, ini yang diridhoi Allah dan yang ini dimurkai oleh-Nya".
Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada debitur. Tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam takaran.
Makalah ini memfokuskan materi pengertian tentang Riba, hukum Riba dalam islam, macam-macam Riba, ayat-ayat Al-Quran tentang Riba, dan perbedaan riba dengan bunga bank konvensional.

B.     RUMUSAN MASALAH
Makalah ini akan membahas beberapa rumusan masalah tentang Riba, seperti:
1.      Bagaimana pengertian tentang Riba?
2.      Bagaimana hukum Riba dalam islam?
3.      Apa saja macam-macam Riba?
4.      Apa saja ayat-ayat Al-Quran tentang Riba?
5.      Apa saja yang membedakan antara riba dengan bunga bank konvensional?

C.    TUJUAN
Dari permasalahan yang akan dibahas di makalah ini, adapun tujuan yang dapat diambil dari rumusan masalah
1.      Dapat memahami pengertian riba.
2.      Dapat memahami hukum Riba dalam islam.
3.      Dapat menyebutkan dan memahami macam-macam Riba.
4.      Dapat mengetahui ayat-ayat Al-Quran tentang Riba.
5.      Dapat membedakan antara riba dengan bunga bank konvensional.

D.    MANFAAT
1.      Bagi pembaca, dapat menambah pengetahuan dan mencegah terjadinya riba.
2.      Bagi penulis, dapat kreatif dalam hal penulisan yang bermanfaat untuk pembaca.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN RIBA
     Riba adalah jual beli yang mengandung unsur ribawi dalam waktu dan/atau jumlah yang tidak sama. Unsur ribawi yang disebutkan oleh Nabi adalah emas dengan emas, perak dengan perak, gabah dengan gabah, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam. Dengan analogi yang sama, uang sama dengan emas dan perak dalam pertukaran di abad modern. Oleh karena itu, kontrak pertukaran antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung mengandung unsur ribawi, yaitu berupa ganti rugi yang melibatkan jumlah dan skala waktu yang berbeda-beda.[1]
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :[2]
1.    Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.    Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan ribaadalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain.
3.    Berlebihan atau menggelembung. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali yang artinya adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkantukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”.
 Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.Syaik Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkanoleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran olehpeminjam dari waktu yang telah ditentukan.

B.     HUKUM RIBA DALAM ISLAM
Islam dalam memperkeras persoalan haramnya riba, semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlaknya, masyarakatnya maupun perekonomiannya. Berikut merupakan sebab – sebab haramnya Riba yaitu :
1.         Nas-nas dari Al-Quran dan Hadis tentang pengharaman Riba.
2.           Mencerobohi kehormatan seorang Muslim dengan mengambil berlebihan tanpa ada pertukaran/iwadh.
3.           Memudharatkan orang miskin/lemah kerana mengambil lebih daripada yang sepatunya.
4.         Membatalkan perniagaan, usaha, kemahiran pengilangan dan sebagainya ini adalah karena cara mudah mendapatkan uang yang menyebabkan keperluan asasi yang lain akan terabaikan dan terbengkalai. 
5.          Bergantung kepada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. Sebab kalau si pemilik uang yakin, bahwa dengan melalui riba dia akan beroleh tambahan uang, baik kontan ataupun berjangka, maka dia akan mengentengkan persoalan mencari penghidupan, sehingga hampir-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang dan pekerjaan-pekerjaan yang berat.
6.         Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama manusia dalam bidang pinjam-meminjam. Sebab kalau riba itu diharamkan, maka seseorang akan merasa senang meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya satu dirham juga. Tetapi kalau riba itu dihalalkan, maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat dengan diambilnya uang satu dirham dengan diharuskannya mengembalikan dua dirham. Justru itu, maka terputuslah perasaan belas-kasih dan kebaikan.
7.         Pada umumnya pemberi piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah orang yang tidak mampu. Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedang tidak layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh rahmat Allah.
8.          Merusak Dan Membayakan Diri Sendiri
Orang yang melakukan riba akan selalu menghitung – hitung yang banyak yang akan diperoleh dari orang yang meminjam uang kepadanya. Pikiran dan angan–angan yang demikian itu akan mengakibatkan dirinya selalu was–was dan khawatir uang yang telah dipinjamkan itu tidak dapat kembali tepat pada waktunya dengan bunga yang besar. Jika orang yang melakukan riba itu memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, hasilnya itu tidak akan memberi manfaat pada dirinya karena hartanya itu tidak akan memberi manfaat pada dirinya karena hartanya itu tidak mendapat berkah dari Allah SWT.
9.         Merugikan Dan Menyengsarakan Orang Lain

Orang yang meminjam uang kepada orang lain pada umumnya karena sedang susah atau terdesak. Karena tidak ada jalan lain, meskipun dengan persyaratan bunga yang besar, ia tetap bersedia menerima pinjaman tersebut, walau dirasa sangat berat. Orang yang meminjam ada kalanya bisa mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya, tetapi adakalanya tidak dapat mengembalikan pinjaman tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Karena beratnya bunga pinjaman, si peminjam susah untuk mengembalikan utang tersebut. Hal ini akan menambah kesulitan dan kesengsaraan bagi kehidupannya.
10.      Pemakan riba akan dihinakan dihadapan seluruh makhluk, yaitu ketika ia dibangkitkan dari kuburnya, ia dibangkitkan bagaikan orang kesurupan lagi gila.
11.  Ancaman bagi orang yang tetap menjalankan praktik riba setelah datang kepadanya penjelasan dan setelah ia mengetahui bahwa riba diharamkan dalam syari’at islam, akan dimasukkan ke neraka.
12.  Allah ta’ala mensipati pemakan riba adalah sebagai’’ orang yang senantiasa berbuat kekafiran atau ingkar, dan selalu berbuat dosa.
13.   Allah menjadikan perbuatan meninggalkan riba sebagai bukti akan keimanan seseorang, dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang tatap memekan riba berarti iman nya cacat dan tidak sempurna.[3]

C.    MACAM-MACAM RIBA
Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenisdan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).
Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut :
1.      Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. Contoh : tukar menukar emas dengan emas,perak dengan perak, beras dengan  beras dan sebagainya.
2.      Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
3.      Riba Nasi’ah  yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
4.      Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.[4]


D.    AYAT-AYAT AL-QURAN TENTANG RIBA
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : “...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... .”
Adapun  dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut.[5]
1.      Surat Al Baqarah ayat 275-279

ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya. QS:2: 275,

يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. QS Al-Baqarah : 276.  

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. QS Al-Baqarah : 278.  

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. QS Al-Baqarah : 279.

2.      Surat Al Imron Ayat 130

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًۭا مُّضَٰعَفَةًۭ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. QS Ali Imran : 130.

3.     Surat Ar-Rum Ayat 39
وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًۭا لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن زَكَوٰةٍۢ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). QS. Rum : 39.
                  
                   Dan di antara hadits yang terkait dengan riba adalah :
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : آكِلَ الرِّبَا ، وَمُوكِلَهُ ، وَكَاتِبَهُ ، وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ
Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.

E.     PERBEDAAN ANTARA RIBA DENGAN BUNGA
Larangan Al-Qur'an terhadap bengambilan al-Riba adalah jelas dan pasti. Sepanjang pengetahuan tidak seorangpun mempermasalahkannya. Tetapi pertentangan yang timbul adalah mengenai perbedaan antara riba dan bunga. Salah satu mazhab pemikiran percaya bahwa apa yang dilarang islam adalah riba bukan bunga. Sementara suatu mazhab pemikiran lain merasa bahwa sebenarnya tidak terdapat perbedaan antara riba dan bunga. Karena itu,pertanyaan pertama yang harus dijawab ialah apakah ada perbedaan antara riba dalam Al-Qur'an dan bunga dalam dunia kapitalis. Yang kedua, sekalipun keduanya sama artinya, mungkinkah kita mempunyai suatu masyarakat yang bebas bunga?.[6]
Agar dapat memberikan jawaban mengenai riba (al-riba) dan bunga itu sama, kita harus mengetahui terlebih dahulu arti riba dalam perspektif sejarahnya yang tepat. Kata sandang al di depan riba dalam Al-Quran menunjukkan kenyataan bahwa al-riba mengacu pada perbuatan mengambil sejumlah uang yang berasal dari seorang yang berutang, secara berlebihan.
Riba yang terdapat dalam masa prasejarah ialah perpanjangan batas waktu dan penambahan jumlah peminjaman uang sehingga berjumlah begitu besar, sehingga pada akhir jangka waktu pinjaman itu, si peminjam akan mengembalikan kepada orang yang meminjamkan sejumlah dua kali lipat atau lebih dari jumlah pokok yang dipinjamkannya. Demikianlah, dinilai dengan tolak ukur etika sosio-ekonomi manapun, tingkat suku bunga riba dinilai melampaui batas. Yang mana dijelaskan dalam Al-QUr'an surah Al Baqarah ayat 275.
Mengenai bunga, haberler dalam karyanya Prosperity and Depression telah menyatakan bahwa, penjelasan dan penentuan mengenai suku bunga masih saja menimbulkan lebih banyak pertentangan di antara para ahli ekonomi, dibandingkan dengan cabang lain dari teori mengenai bunga. Tetapi ada pendapat yang menganggap bahwa bunga merupakan tambahan tetap bagi modal. Tambahan tetap ini merupakan biaya yang layak digunakannya uang dalam suatu proses produksi. Sedangkan riba mengacu pada bunga uang terlalu tinggi pada pinjaman tidak produktif. Tetapi, jika terdapat perbedaan antara riba dan bunga, hal itu merupakan perbedaan tingkat, bukan perbedaan jenis, karena baik riba maupun bunga modal yang di pinjam. Riba memang dianggap tidak canggih dibandingkan bunga. Tetapi menyebut riba dengan nama bunga tidak mengubah sifatnya. Larangan terhadap riba berarti dilarangnya semua jenis modal yang dipinjam, entah dia kita sebut bunga yang terlampau tinggi, bunga atau penghasilan modal. Modal yang ditanam dalam perdagangan mungkin membawa kelebihan yang disebut laba yang bersifat tidak tetap dan juga memungkinkan menghasilkan rugi. Namun modal yang ditanam dalam bank menghasilkan bunga tetap dan tidak mengandung arti kerugian apa pun.
Perbedaan antara pinjaman produktif dengan yang tidak produktif adalah perbedaan dalam tingkatan. Jika bunga pada pinjaman konsumsi itu berbahaya, maka bunga pada pinjaman produktif tentu berbahaya juga karena ia merupakan biaya produksi, dan karena itu mempengaruhi harga. Konsumenlah yang harus memikul beban harga yang lebih tinggi. Karena itu, dalam analisi terakhir dapat dikatakan bahwa riba dalam al Qur'an dan bunga pada perbankan modern merupakan dua sisi dari mata uang yang sama.[7]





















BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Riba adalah jual beli yang mengandung unsur ribawi dalam waktu dan/atau jumlah yang tidak sama. Unsur ribawi yang disebutkan oleh Nabi adalah emas dengan emas, perak dengan perak, gabah dengan gabah, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam. Dengan analogi yang sama, uang sama dengan emas dan perak dalam pertukaran di abad modern.
Islam dalam memperkeras persoalan haramnya riba, semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlaknya, masyarakatnya maupun perekonomiannya. Sehingga telah terbukti dengan sebab-sebab keharaman riba dalam islam.
Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut :
1.       Riba Fadhl.
2.       Riba Yad.
3.       Riba Nasi’ah. 
4.       Riba Qardh.
Adapun  dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut.
1.      Surat Al Baqarah ayat 275-279.
2.      Surat Al Imron Ayat 130.
3.     Surat Ar-Rum Ayat 39.
4.       HR. Muslim.
Perbedaan antara pinjaman produktif dengan yang tidak produktif adalah perbedaan dalam tingkatan. Jika bunga pada pinjaman konsumsi itu berbahaya, maka bunga pada pinjaman produktif tentu berbahaya juga karena ia merupakan biaya produksi, dan karena itu mempengaruhi harga. Konsumenlah yang harus memikul beban harga yang lebih tinggi. Karena itu, dalam analisi terakhir dapat dikatakan bahwa riba dalam al Qur'an dan bunga pada perbankan modern merupakan dua sisi dari mata uang yang sama.

B.       SARAN
Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat bermafaat bagi kita semua, serta dapat memberikan informasi tentang riba dan penjabarannya.

















DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, Muhaimin. 2005. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik . Jakarta: Gema Insani
Manan, Muhammad Abdul. 1995. Teori da Praktek Ekonomi Islam. PT Dana Bhakti Wakaf:Yogyakarta
Muthahhari, Murtadha. 1995. Asuransi dan Riba. Pustaka Hidayah:Bandung
Qaradhawi, Yusuf Al.  1991. Haruskah Hidup dengan Riba. Darul Ma'arif: Mesir
Zuhri, Muh. 1996. Riba dalam Al Quran Dan Masalah Perbankan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta





[1] Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2005), hal 26
[2] Wita Dera Tiranti, Makalah Riba Dan Macam-Macam Riba, https://www.academia.edu/30609949/MAKALAH_RIBA_DAN_MACAM-MACAM_RIBA, diakses 06 Maret 2018 pukul 19

[3] Yusuf Al Qaradhawi, Haruskah Hidup dengan Riba, (Darul Ma'arif,Mesir,1991)
[4] Murtadha Muthahhari, Asuransi dan Riba, (Pustaka Hidayah, Bandung, 1995), hal 43
[5] Ibid, hal 243
[6] Dr. Muh. Zuhri, Riba dalam Al Quran Dan Masalah Perbankan, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996), hal 106
[7] Muhammad Abdul Manan, Teori da Praktek Ekonomi Islam, (PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995), hal 121

Komentar