BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Islam
adalah agama yang dibawakan oleh Rasulullah SAW dan sebagai Rahmat bagi seluruh
alam. Dalam agama Islam diajarkan nilai-nilai kemanusiaan seperti saling
menyayangi, saling menghormati, dan saling mengasihi. Ini menunjukkan bahwa
Islam adalah agama yang realistis. Bukan hanya mengatur bagaimana hubungan
antara individu atau seorang hamba dengan Tuhannya saja. Tetapi juga mengatur
hubungan antara sesama manusia.
Maka
dari itu, mengapa dalam Al Qur’an sering disebutkan setelah kata shalat
kemudian disebutkan kata zakat. Alasan yang pertama adalah shalat sebagai tiang
agama. Maka peran shalat sangat penting seperti yang dijelaskan dalam hadis
Rasulullah SAW: “Shalat itu mencegah dari
kerusakan dan kemungkaran”. Oleh karena itu jika kalian ingin melihat
bagaimana perangai seseorang, maka lihatlah shalatnya. Alasan kedua adalah Allah
itu maha adil. Ia meletakkan kata zakat setelah kata shalat, penafsirannya
adalah setelah kita diperintahkan untuk mengatur hubungan vertikal yakni
hubungan hamba dengan tuhan, kita diperintahkan untuk mengatur hubungan
horizontal yakni hubungan dengan sesama.
Islam
adalah agama yang penuh dengan rahmat. Allah menciptakan sesuatu pasti berpasang-pasangan,
jika ada wajib maka ada sunnah. Begitupun juga zakat, jika zakat hukumnya wajib
maka pasti ada ajaran sunnah yang menyerupai zakat, yakni sedekah. Membantu
sesama adalah perbuatan mulia, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW “tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah”. Yang dimaksud tangan di atas ini adalah memberi atau bersedekah,
dan tangan di bawah adalah meminta-minta.
Dalam
makalah ini akan membahas tentang pengertian sedekah, hukum sedekah, dan juga
keutamaan-keutamaannya yang diharapkan akan lebih memotivasi kita untuk selalu
berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Dan tak lupa juga dalil-dalil yang
memerintahkan untuk bersedekah. Baik itu ayat al qur’an maupun al hadist.
B. RUMUSAN
MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang kita ambil dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa
pengertian dari sedekah?
2. Bagaimana
hukum sedekah?
3. Apa
saja keutamaan sedekah?
C. TUJUAN
PENULISAN
Setelah
ditinjau dari rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
memahami pengertian dari sedekah.
2. Untuk
mengetahui hukum sedekah.
3. Untuk
mengetahui keutamaan-keutamaan sedekah.
D. MANFAAT
PENULISAN
Setelah
melihat dari tujuannya, maka manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah
ini adalah:
1. Bagi
penulis, manfaatnya adalah sebagai wadah untuk mengembangkan keterampilan dalam
bidang kepenulisan.
2. Bagi
pembaca, makalah ini mempunyai manfaat untuk menambah wawasan tentang sedekah
dan keutamaannya.
3. Bagi
seluruh umat manusia, makalah ini memiliki manfaat sebagai motivator agar
senantiasa berlomba-lomba dalam hal kebaikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
SEDEKAH
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sedekah adalah pemberian sesuatu kepada
fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat
fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi.
Adapun
kata yang biasa disamakan maknanya dengan sedekah adalah hibah dan hadiah.
Banyak yang kurang paham mengenai definisi ketiga istilah tersebut. Berikut
masing-masing pengertian dari ketiga istilah di atas.
1. Hibah:
akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain
di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan[1].
2. Sedekah:
menghibahkan sesuatu dengan harapan pahala di akhirat.
3. Hadiah:
menuntut orang yang diberi hibah untuk memberi imbalan.
Dari ketiga definisi di atas, dapat
dilihat bahwa istilah sedekah dan hadiah adalah anak dari istilah hibah. Karena
inti dari hibah adalah pemberian harta kepada orang lain. Maka makna sedekah
dan hibah masuk di dalamnya.
Imam Ghazali berpendapat bahwa cara
manusia dalam mengatur dan mengelola harta benda akan terjadi tiga kemungkinan.
Pertama, menahan harta dari
penggunaan semestinya, inilah yang disebut kikir. Kedua, mengeluarkan harta untuk penggunaan yang tidak semestinya,
inilah yang disebut israf, tabdzir atau menghambur-hamburkan harta. Ketiga, menggunakan harta dengan cara
yang benar, yakni menahan pada saat yang tepat dan mengeluarkan pada saat yang
tepat, inilah yang disebut dermawan[2].
Jadi, yang dimaksud dengan sedekah
adalah memberikan atau mendermakan harta (di luar zakat) kepada orang lain yang
berhak dengan maksud mengharapkan pahala di akhirat.
B. HUKUM
SEDEKAH
Setelah
membahas definisi sedekah, sekarang kita akan mengulas bagaimana hukum sedekah.
Hukum sedekah adalah sunnah[3],
dibuktikan dengan anjuran dalil dari al qur’an maupun as sunnah. Adapun dalil
al quran yang menjelaskan tentang perintah bersedekah terdapat dalam surat Al
Baqarah ayat 245.
مَنْ
ذَاالَّذِيْ يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَعِفَهٌ لَهُ اَضْعَافًا
كَثِيْرًا وَاللهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُطُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Barang siapa
meminjami Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah melipatgandakan ganti
kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki)dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. ” QS. Al-Baqarah:245.
Dan
masih banyak lagi dalil al qur’an yang menerangkan tentang perintah
melaksanakan sedekah.
Makna
sedekah tidak hanya terbatas pada amal kebajikan saja, tapi menurut kaidah
umumnya, setiap makruf adalah sedekah. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap muslim wajib bersedekah.” Sahabat
bertanya “Wahai Nabi Allah, bagaimana
dengan orang yang tidak mampu?” Beliau bersabda, “Bekerja dengan tangannya sehingga ia memberi manfaat bagi dirinya dan
bersedekah.” Sahabat bertanya, “jika
tidak bisa juga?” Beliau bersabda, ”Membantu
orang yang sangat memerlukan.” Sahabat bertanya,”jika tidak bisa juga?” Beliau bersabda, “hendaklah ia berbuat makruf dan menahan diri dari keburukan. Itulah
sedekah untuknya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan yang
lainnya[4].
Dari
hadis di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud sedekah oleh
Rasulullah tidak hanya berupa harta saja. Tetapi juga bekerja, membantu orang
yang sangat memerlukan, dan yang terakhir adalah bersedekah berupa perbuatan
yakni berbuat makruf dan menahan diri dari keburukan.
Kebiasaan
bersedekah berlangsung terus dari zaman ke zaman dengan macam-macam
peningkatan. Demikian pula, masyarakat dari masa ke masa telah menyaksikan suri
teladan yang tinggi itu, bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih mereka cintai dari
pada gemilangan harta emas, perak, dan segala kesenangan hidup lainnya.
Selanjutnya,
para ulama menceritakan tentang Al Imam Al Laits bin Sa’ad, bahwa kekayaannya
mengalir terus dari hari ke hari sekitar seribu dinar per hari. Selain tu, ia
tidak mengeluarkan zakatnya kecuali bila sudah setahun. Jika belum setahun ia
hanya bersedekah biasa saja setiap kali memperoleh harta tersebut, atau
membelanjakannya di jalan Allah. Mereka (para ulama) menambahkan: “Al Laits itu
setiap harinya tidak pernah bicara hingga ia bersedekah dahulu kepada tiga
ratus enam puluh orang miskin. Demikian pula pernah seorang perempuan meminta
madunya, maka ia menyuruh perempuan itu membawa bungkus untuk madu tersebut.
Ketika itu ada yang berkata:”tidak usah pakai bungkus baginya...!” Al Laits
menimpali: “ia itu meminta sebanyak apa yang ia butuhkan, kita juga harus
memberinya sebanyak nikmat Allah kepada kita!”.
Demikian
pula Abdullah bin Ja’far r.a. tidak pernah menolak orang yang meminta apapun
kepadanya. Sehingga dari kebiasaan murah hatinya ini beberapa temannya malah
mengkritikinya, maka ia menimpali:”bahwa Allah telah biasa memberiku, maka aku
pun harus bisa memberi hamba-hambaNya, aku khawatir Allah pun berhenti dari
kebiasaan memberiku”.
1. ORANG
YANG PALING BERHAK MENDAPAT SEDEKAH
Orang
yang paling berhak menerima sedekah adalah anak dari orang yang bersedekah
tersebut, istrinya, dan kerabatnya. Seseorang tidak boleh memberikan sedekah
kepada orang lain sementara ia sendiri membutuhkan apa yang ia akan sedekahkan
untuk menafkahi keluarganya.
Diriwayatkan dari Jabir bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda:
“Jika
seseeorang di antara kamu fakir, maka mulailah (menafkahi) dirinya. Jika masih
ada kelebihan maka untuk keluarganya. Dan jika msih ada kelebihan maka untuk
kerabatnya,” atau beliau bersabda, “Jika
masih ada kelebihan maka untuk orang yang masih ada hubungan kekerabatan. Jika
masih ada kelebihan maka untuk ini dan itu.” HR. Imam Ahmad dan ImamMuslim.
2. ISTRI
BERSEDEKAH DARI HARTA SUAMI
Seorang
istri boleh bersedekah dari harta suaminya jika ia telah mengetahui keridhaan
dari suaminya, akan tetapi bisa menjadi haram jika ia tidak mengetahui
keridhaannya.
Jika
seorang istri telah mendapatkan izin dari suaminya untuk mendermakan hartanya,
maka masing-masing dari mereka mendapatkan pahala bersedekah tersebut. Sang
istri mendapatkan pahala dari bersedekah tadi, sedangkan sang suami mendapatkan
pahala dari usahanya dalam memberi izin sang istri.
3. HUKUM
MENYEDEKAHKAN SEMUA HARTA
Bagi
orang yang kuat bekerja dan pintar mencari harta ia boleh menyedekahkan semua
hartanya. Umar RA meriwayatkan, suatu ketika Rasulullah SAW memerintahkan kami
untuk bersedekah. Itu bertepatan dengan aku memiliki harta. Aku katakan, “hari ini aku bisa mendahului Abu Bakar, jika
aku bisa mendahuluinya.” Lalu aku menyerahkan separuh hartaku. Rasulullah
bertanya, “apa yang kamu sisakan untuk
keluargamu?” aku jawab, “separuhnya.”
Lalu
datanglah Abu Bakar membawa semua hartanya, Rasulullah pun bertanya kepadanya,
“apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?”
ia menjawab “aku sisakan untuk mereka
Allah dan Rasul-Nya.” Maka aku katakan, “aku tidak bisa mendahuluimu sedikitpun, selamanya.” Hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Ia menshahihkannya.
Hadis
di atas menjelaskan bahwa hukum menyedekahkan semua harta adalah diperbolehkan.
Namun tetap ada syarat yang berlaku, yakni orang yang bersedekah termasuk orang
yang sabar, rajin, giat bekerja, tidak punya hutang, dan tidak mempunyai
tanggungan untuk dinafkahi. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, maka hukumnya
adalah makruh[5].
4. BERSEDEKAH
DENGAN HARTA YANG BAIK DAN YANG DICINTAI
Nilai
kedermawanan seseorang bukan terletak pada seberapa besar harta yang ia
nafkahkan, tetapi sejauh mana nilai harta tersebut dalam pandangannya. Oleh
karena itu, menyedekahkan harta yang paling baik adalah menyedekahkan harta
yang paling dicintai. Ayat al qur’an yang menjelaskan tentang perintahnya
adalah pada QS. Ali Imron ayat 92[6].
لَنْ
تَنَالُ الْبِرَّ حَتَّي تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ
شَيْءٍ فَاِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ
“Kamu tidak akan
memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.
Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu. Sungguh Allah maha mengetahui”.
QS. Ali Imron:92.
5. HUKUM
MENYEDEKAHKAN BARANG YANG HARAM
Allah
tidak akan menerima sedekah jika berasal dari sesuatu yang haram. Nabi SAW
bersabda:
“Barang
siapa yang bersedekah senilai satu biji kurma yang berasal dari pekerjaan yang
baik, dan Allah hanya akan menerima yang baik, sesungguhnya Allah menerimanya
dengan tangan kanan-Nya kemudian mengembangkannya untuk pemiliknya sebagaimana
seseorang dari kalian memelihara anak untanya sampai menjadi gunung.” HR.
Imam Bukhori.
C. KEUTAMAAN-KEUTAMAAN
SEDEKAH
Di
balik kedermawanan tersimpan berbagai rahasia penting yang sangat berguna dalam
kehidupan. Jika kita ingin rezeki kita semakin bertambah, selamat dari bala dan
bencana, serta terhindar dari berbagai macam penyakit berikut
keutamaan-keutamaan sedekah.
1. NILAI
BALASAN YANG BERLIPAT GANDA
Seperti
yang telah dikisahkan dalam buku karya mokh. Syaiful bakhri. Pada saat itu siti
fatimah sedang sakit. Kemudian ditanyalah oleh sahabat Ali “Wahai fatimah,
apakah yang engkau inginkan dari makanan di dunia ini?” kemudian fatimah menjawab bahwa ia ingin
memakan buah delima. Maka berangkatlah Ali ke pasar untuk membeli buah delima.
Pada saat perjalanan pulang, Ali bertemu dengan orang tua yang lusuh kemudian
dihampirilah orang tua tersebut. Saat ditanya Ali tentang apa yang
diinginkannya, Orang tua tersebut menjawab”wahai Ali! Aku sudah lima hari
berada di sini tanpa ada yang menghiraukan. Banyak orang yang lalu lalang,
tetapi tidak ada seorang pun yang mau memperhatikanku. Sedangkan aku
menginginkan buah delima”.
Ali
terdiam sejenak dan berfikir, jika ia memberikan satu-satunya buah delima ini
maka fatimah di rumah tidak akan kebagian. Tetapi jika tidak aku berikan, maka
aku menyalahi perintah Allah “Adapun
peminta-minta jangan engkau hardik” dan
Rasulullah bersabda “jangan kamu sekalian
menolak orang yang meminta-minta meskipun dia berada di atas kuda.” Setelah
mempertimbangkannya, Ali pun membagi delima tersebut menjadi dua bagian
kemudian diberikannya separuh bagian itu pada orang tua tadi. Ketika dimakannya
buah delima itu, seketika itu pula orang tua tersebut sembuh dari sakitnya.
Begitu pun dengan fatimah yang ada di rumah sembuh dari penyakitnya.
Sesampainya
di rumah Ali menceritakan pada fatimah, lalu fatimah berkata “kenapa engkau
bersusah hati? Demi Keperkasaan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Sesungguhnya ketika engkau memberikan separuh buah delima itu kepada orang tua
tersebut, maka hilanglah keinginanku terhadap buah delima.”
Tak lama kemudian, datanglah Salman Al Farisy
dengan membawa nampan yang masih tertutup kemudian diserahkannya pada Ali.
Salman berkata”Dari Allah untuk Rasulullah, dan dari Rasulullah untukmu”
kemudian Ali membukanya dan terdapat 10 buah delima “wahai salman, kalau buah
delima ini untuk saya, maka berdasarkan firman Allah SWT: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan, maka baginya sepuluh kali
balasan yang sepadan”
Kisah
diatas sudah jelas menggambarkan bahwa ketika Ali memberi separuh dari buah
delima pada orang tua yang kelaparan, maka Allah menggantinya dengan sepuluh buah
delima yang dibawakan oleh Salman.
2. TERHINDAR
DARI BALA DAN BENCANA
Dalam
kitab Durratun Nashiin, disebutkan kisah seorang pencuri anak burung elang yang
selamat dari gangguan jin berkat sedekah sepotong roti.
Dikisahkan
bahwa ada seekor burung mengadu pada raja Sulaiman seray berkata “seorang
pemilik pohon bernama polan telah merampas anak-anakku, karena aku bersarang di
pohon miliknya.”
Nabi
Sulaiman pun memanggil polan tersebut dan melarangnya untuk mengulangi
perbuatannya itu. Jika tidak, ia akan ditangkap jin yang diperintahkan raja
Sulaiman dan memotong tubuh polan menjadi dua bagian kemudian tubuhnya akan
dibuang secara terpisah. Setelah setahun dari perjanjian itu, ternyata si
polang lupa akan janjinya. Si polan pun berniat ingin mengambil anak-anak
burung itu. Namun sebelum memanjat pohon
dia bersedekah sepotong roti kepada seorang fakir miskin kemudian baru
mengambil anak burung itu.
Untuk
kedua kalinya, sang burung pun mengadu pada Nabi Sulaiman perihal si polan yang
mengabil anak-anaknya. Diintrogasi lah kedua jin oleh nabi Sulaiman. Jin itu
berkata, “Wahai khalifah Allah, sesungguhnya ketika pemilik pohon itu akan
memanjat, kami bermaksud untuk menangkapnya. Akan tetapi dia telah mendermakan
sepotong roti kepada kaum muslim, sehingga Allah mengutus untuknya dua malaikat
yang menangkap dan melemparkan kami. Aku dilempar ke arah timur dan kawanku
dilemparkan ke barat. Maksud buruk kami tertolak lantaran keberkahan dermanya.”
3. OBAT
DARI SEGALA PENYAKIT
Seperti
dijelaskan kisah Ali dan Fatimah pada point 1, ketika Ali memberikan separuh
buah delima pada orang tua yang sangat membutuhkan pertolongan yang ditemuinya
setelah dari pasar. Maka sakit yang diderita istrinya seketika itu juga menjadi
sembuh. Dengan demikian, di balik
sedekah walau hanya dengan separuh buah delima terkandung rahasia
kesembuhan.
Dalam kitab Tanbihul Ghafilin, disebutkan
hadis tentang keutamaan sedekah, di antaranya Rasulullah SAW bersabda”obatilah
orang-orang yang sakit dengan sedekah.” Hal itu menunjukkan bahwa di balik
sedekah ada rahasia kesembuhan. Karena itulah, orang-orang alim yang mengetahui
rahasia ini memperbanyak mengeluarkan sedekah ketika dirinya ataupun anggota
keluarganya sedang sakit. Sebab dia tahu, dibalik sedekah itu terkandung
rahasia kesembuhan.
4. MEMELIHARA
KITA DARI KECURIAN
Dalam
sebuah hadis Rasulullah SAW mengingatkan agar memelihara harta benda dengan
memperbanyak mengeluarkan sedekah. Artinya, di balik kedermawanan itu terdapat
rahasia terjaga dari kecurian. Sabda Rasulullah SAW menyatakan bahwa pernyataan
yang dikatakan oleh derma saat
dikeluarkan dari tangan pemiliknya, di mana derma itu mengatakan “semula engkau adalah penjagaku, maka
sekarang aku menjadi penjagamu.”
Orang-orang
yang rajin bersedekah dengan mendermakan hartanya di jalan Allah SWT, maka dia tak
perlu khawatir dengan keamanan harta bendanya. Dia tak perlu khawatir akan
kecurian atau kehilangan, karena harta tersebut mengatakan pernyataan di atas.
Yakinlah dengan kebenaran sabda Rasulullah SAW itu, Insya Allah anda akan
menemukan rahasianya.
5. MENJAGA
KEHORMATAN ORANG MISKIN
Nasib
miskin (bagimana pun) dalam masyarakat muslim tidak mengurangi kehormatan orang
dan tidak menyebabkan haknya disia-siakan. Islam mengajarkan umatnya (di
antaranya orang miskin itu sendiri) bahwa kehormatan atau kemuliaan manusia itu
bukan karena harta, emas atau perak, tetapi karena ilmu, iman, dan takwanya,
juga karena amal salihnya.
Sungguh
pada masyarakat Arab jahiliyah dulu mengukur kemuliaan seseorang itu dengan
banyaknya kekayaan, kedudukan, atau kekuasaan yang dimilikinya. Dengan demikian
(ketika itu) maka nilai orang yang mempunyai uang seribu misalnya adalah
seribu, atau bila orang yang mempunyai dirham adalah dirham.
Dari
sifat buruk seperti itu, masyarakat jahiliyah pada mulanya menolak keras
kenabian Muhammad SAW. Karena beliau orang miskin. Mereka berharap sekali wahyu
itu turun kepada salah seorang yang paling terkenal di Mekkah atau Thaif, yaitu
Al Mughirah Al Quraisy atau Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi.
اَهُمْ
يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى
الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَتٍ لِّيَتَّخِذَ
بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
“dan mereka berkata: “mengapa Al-Quran ini tidak diturunkan saja kepada
seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaif) ini?”. (QS.
Az-Zukhruf:31)
Namun
ketika Islam datang, maka cara mengukur kemuliaan seperti itu dihapuskan. Islam
menyatakan bahwa hakikat manusia itu pada keimanan dan amalnya, bukan pada
lemak dan dagingnya, atau pada emas, perak, pakaian, dan ketampanannya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud sedekah
adalah memberikan atau mendermakan harta (di luar zakat) kepada orang lain yang
berhak dengan maksud mengharapkan pahala di akhirat. Sedangkan, sedekah itu
tidak hanya berupa harta barang saja, amar makruf nahi mungkar juga termasuk
sedekah.
Adapun
hukum dari sedekah itu sendiri adalah sunnah. Dalam riwayat lain, mengatakan
bahwa hukum sedekah adalah wajib. Namun bisa berubah menjadi makruh jika si
penderma tidak memenuhi syarat. Sedangkan syaratnya adalah si penderma termasuk
orang yang sabar, rajin, giat bekerja, tidak punya hutang, dan tidak mempunyai
tanggungan untuk dinafkahi. Dan bagi seorang istri yang ingin bersedekah, maka
ia harus mendapatkan izin dari sang suami terlebih dahulu. Dianjurkan
bersedekah dengan barang yang memiliki manfaat dan baik sifatnya, bukan haram.
Mengenai
keutamaan-keutamaan sedekah banyak sekali. Di antaranya adalah:
1. Balasan
yang dilipatgandakan.
2. Terhindar
dari bala dan bencana.
3. Obat
dari berbagai penyakit.
4. Memelihara
harta dari kecurian
5. Menjaga
kehormatan orang miskin.
B. SARAN
Saran
yang membangun sangat dibutuhkan dalam segala hal demi meningkatkan kualitas
produktifitas keterampilan. Maka dari itu, makalah ini memiliki saran yang akan
ditujukan kepada:
1. Bagi
pemakalah, sebaiknya makalah ini lebih dikembangkan dengan hal-hal atau fenomena yang sedang
terjadi di masa kini. Seperti, bersedekah “like” di dunia maya.
2. Bagi
pembaca, sebaiknya pembaca lebih selektif dalam menerima ilmu atau informasi.
Intinya pandai-pandai dalam mengolah hadis ataupun dalil-dalil sehingga tidak
bertabrakan dengan kenyataan di dunia.
3. Bagi
seluruh kaum muslim yang ada di dunia, sebaiknya makalah ini menjadi contoh
atau pedoman bahwa keutamaan-keutamaan sedekah itu akan dicapai jika kita
bersedekah secara ikhlas dan tidak mengungkit-ungkitnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakhri, M. Syaiful. 2012. Rahasia Rezeki Keluarga Melimpah.
Jakarta:Erlangga.
Muhyuddin, Abu Zakaria. 2004. Terjemah Riyadhus Shalihin. Terjemahan
oleh Abu Fajar Al Qalami dan Abdul Wahid Albanjary. Jakarta:Gitamedia Press.
Pusat
Pengembangan Ma’had UINSA. 2016. Adabut
Thalibin. Surabaya:UINSA PRESS.
Sabiq,
Sayyid. 1988. Fiqih Sunnah.
Terjemahan oleh Mudzakir AS. Bandung:Alma’arif.
Sulaiman,
Syaikh. 2017. Ringkasan Fiqih Sunnah.
Terjemahan oleh Achmad Zaeni Dachlan. Depok:Senja Media Utama.
Qardhawi,
Yusuf. 2010. Shadaqah Cara Islam
Mengentas Kemiskinan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1]Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. A S, Mudzakir(Bandung:Alma’arif, 1998), hal. 167
[2] Syaiful
Bakhri, Rahasia Rezeki Keluarga Melimpah(Jakarta:Erlangga, 2012), hal. 28
[3] Pusat
Ma’had Aljami’ah UINSA. Adabut Thalibin. (Surabaya:UINSA PRESS, 2016), hal. 123
[4] Syaikh
Sulaiman, Ringkasan Fiqih Sunnah, Terj. Dachlan, Ahmad Zaeni(Depok:Senja Media
Utama, 2017), hal. 232
[5] Syaikh
Sulaiman, Ringkasan Fiqih Sunnah, Terj. Dachlan, Ahmad Zaeni. Hal.233
[6] Abu
Zakaria Muhyuddin, Riyadhus Shalihin, Terj. Al Qalami, Abu Fajar(Gitamedia,
2004). Hal. 234
Komentar
Posting Komentar