ASBAB AN-NUZUL AL QUR'AN

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar belakang

kitab suci kaum muslimin, Al-Qur’an yang berisi kumpulan wahyu ilahi yang merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia yang diwahyukan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam proses penurunan Al-Qur’an, al-qur’an tidak turun begitu saja melainkan turun bersamaan dengan sebuah penyebab.

Alquran menyebut dirinya sebagai hudan li al-Nās, petunjuk bagi segenap umat manusia. Akan tetapi petunjuk Alquran tersebut tidaklah dapat ditangkap maknanya bila tanpa adanya penafsiran. Itulah sebabnya sejak Alquran diwahyukan hingga dewasa ini gerakan penafsiran yang dilakukan oleh para Ulama tidak pernah berhenti. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya karya-karya para Ulama yang dipersembahkan, yang digunakan untuk menyingkap dan menguak rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan metode dan sudut pandang yang berbeda.[1]

Sungguh ayat-ayat Alquran merupakan serat yang membentuk tenunan kehidupan Muslim, serta benang yang menjadi rajutan jiwanya. Oleh karena itu, sering kali Alquran berbicara tentang satu persoalan menyangkut satu dimensi atau aspek tertentu, tiba-tiba ada ayat lain yang muncul yang berbicara pula tentang aspek atau dimensi lain, yang secara sepintas terkesan tidak saling berkaitan.[2]

Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang. Sebagian besar Al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum islam mengenai hal itu. Maka Al-Qur’an turun untuk peristiwa khusus atau pertanyaan yang muncul. Hal itulah yang dinamakan asbab an-Nuzul.

Pada saat Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah SAW berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya mengenai arti dan kandungan ayat Al-Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW walaupun memang harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya dan mungkin karena memang Rasulullah sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Qur’an.[3] Asbāb al-nuzūl merupakan bahanbahan sejarah yang dapat dijadikan rujukan untuk memberikan keterangan-keterangan terhadap lembaran-lembaran ayat Alquran, secara jelas memberikan informasi tentang konteks agar mudah memahami perintahperintahnya pada masa Alquran masih turun (ashr at-tanzil).

Asbāb al-nuzūl bersumber dari khabar sahabat yang hidup dan menyaksikan turunnya Alquran, dan berasal dari khabar-khabar dari tabi‟in yang menerima dari sahabat sebagai syarat sahihnya riwayat asbāb al-nuzūl. Dengan demikian asbāb al-nuzūl sahih jika adanya kesaksian bahwa ia menyaksikan sendiri atau mendengar berita kejadian itu sendiri atau ada yang menanyakan sebab turun ayat kepada yang mengetahuinya.4 Al-Wahidi menyatakan“Ketidak mungkinan untuk menginterpretasikan Alquran tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan asbāb alnuzūl”.[4] 

Al-Wahidi berkata mengetahui tafsir ayat Alquran tanpa memahami cerita dan penjelasan turunnya ayat adalah hal yang tidak mungkin. Kemudian Ibnu Daqiqi al-Id berkata, penjelasan sebab turun merupakan metode yang ampuh untuk memahami maknamakna Alquran. Lebih lanjut Ibnu Taimiyyah berkata, pengetahuan mengenai asbāb alnuzūl dapat membantu memahami ayat dan melahirkan pengetahuan mengenai musabbab.[5]

 

B.     Rumusan masalah

1.      Apa pengertian Asbab an-Nuzul ?

2.      Sebutkan dan jenis-jenis Asbab an-Nuzul !

3.      Apa saja tujuan Asbab an-Nuzul?

 

C.    Tujuan masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian Asbab an-Nuzul.

2.      Untuk mengetahui jenis-jenis Asbab an-Nuzul.

3.      Untuk mengetahui tujuan Asbab an-Nuzul.

 

 BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Asbab An-Nuzul Al-Qur’an

1.      Secara etimologi

a.       Asbab an-Nuzul Al-Qur’an terdiri dari kata “أشباب” merupakan bentuk jama; taksir dari “sabab” yang berarti sebab atau alasan/illat”.[6] Dalam bahasa Indonesia, kata sebab merupakan kata serapan, yang diartikan: hal yang menjadikan timbulnya sesuatu, lantaran karena (asal) mula.[7] Jadi asbab memiliki arti sebab-sebab (beberapa sebab).

b.      Sedangkan kata “نزول” adalah bentuk jama’ taksir yang berwazan “Fu’ullun” dari isim masdar “nazl atau manzal” yang berarti “peristiwa turunnya (sesuatu). Akar katanya adalah “nazala” yang terdiri dari “nun,za, dan lam” berarti turun (perpindahan seseuatu dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah). Kata “nazal yang berwazan “fa’ala “ ini, merupakan kata intransitif (fi’il lazim) yang tidak memerlukan objek. Adapun derivasi dari kata ini antara lain: “nazzala” (menambah shiddah pada ‘ain fi’ilnya) yang berarti “menurunkan” dan “anzala” yang juga berarti “menurunkan” (menambah hamzah qat’a sebelum fa’ fi’il). Keduanya adalah kata kerja transitif (fi’il muta’addi) yang memerlukan objek.[8]

“Nuzul” selain berarti “turun”, sebagaimana penjelasan di atas, juga mempunyai arti:

a)      Imam al-Firuz al-Zabady dalam kamusnya al-muhit al huhu fi al-makan, nuzul berarti “bertempat disuatu tempat”. Contohnya dalam Al-Qur’an surah al-mukminun ayat 29, yang artinya: Dan berdoalah, Ya Tuhanku tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati.

b)      Imam al-Zamakhshari dalam tafsirnya al-kashaf, kata nuzul berarti kumpul (al-ijtima’). Contoh dalam sebuah ungkapan (nazala ar-rijal fil makan) berarti orang-orang telah berkumpul di tempat itu.

c)      Al- Raghib al-Asfihani dalam kitabnya al-Mufradat, Nuzul mempunyai arti turun. Ini diambil dari Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 22, yang artinya “Dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit.

Jadi kata “nazala” pada penjelasan diatas artinya (1) tempat, (2) kumpul, (3) meluncur (turun dari atas ke bawah).

c.       Al-Qur’an

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para nabi dan rasul, dengan perantara Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan secara mutawatir, membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah yang dimulai dari surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah an-Naas.[9]

Jadi kalau kata ketiga diatas disambung yaitu Asbab al-Nuzul al-Qur’an , secara bahasa (lughawi) berarti “sebab-sebab turunnya Al-Qur’an”. Dari pengertian etimologi tersebut, seakan-akan ada hubungan “sebab-akibat” antara ayat yang diturunkan dengan peristiwa yang terjadi sebagai latar belakangnya.

2.      Secara terminologi

Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan para ulama’, diantaranya:

a.       Muhammad Abd al-‘Azim al-Zarqani

“Asbab An-Nuzul” adalah suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan dengan turunnya suatu ayat.[10]

b.      Jalaluddin as-Suyuthi

“Asbab An-Nuzul” adalah peristiwa yang terjadi sebelum turun ayat, sedangkan sesudah turunnya ayat tidaklah disebut asbab.[11]

c.       Manna’ ibn Khalil al-Qattan

“Asbab An-Nuzul” adalah apa-apa yang menjadi sebab turunnya al-Qur-an yang menetapkan status (hukum)nya, baik berupa peristiwa atau pernyataan.[12]

d.      Dr. Subhi al-Salih

“Asbab An-Nuzul” adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum kerika peristiwa itu terjadi. [13]

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan menjadi 2 (dua) kelompok pemaknaan yaitu:

1)      Pemaknaan bahasa (lughawi) berarti dengan pemahaman “sebab akibat” secara mutlak.

2)      Pemaknaan yang lebih toleransi, artinya ayat-ayat yang turun terdapat terkadang sebagai penjelas atau berhubungan dengan suatu peristiwa.

Dari beberapa pengertian Asbab al-Nuzul al-Quran diatas dapat disimpulkan bahwa suatu peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW atau suatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi yang berhubungan dengan ayat yang diturunkan pada saat itu.

Bentuk-bentuk yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an ini sangat beragam, diantaranya berupa: konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi antara suku aus dan khazraj, kesalahan besar, seperti kasus seorang sahabat yang mengimami sholat dalam keadaan mabuk, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sahabat kepada nabi baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang atau yang akan terjadi. Dan setelah dikaji dengan cermat, sebab turunnya suatu ayat itu berkisar pada dua hal:

·         Jika terjadi suatu peristiwa, maka turunnya ayat Al-Qur’an mengenai peristiwa itu.

·         Bila Rasulullah SAW ditanya tentang sesuatu hal, turunlah ayat Al-Qur’an menerangkan hukumnya.

Adapun tentang jarak waktu antara peristiwa yang mendahului ayat yang turun, ulama tidak sepakat.

a)      Sebagian ulama mengatakan, bahwa antara peristiwa dengan ayat yang turun, dapat saja berjarak waktu cukup lama. Pendapat ini antara lain dianut a-wahidi. Ia mengemukakan contoh Surat al-fiil. Menurutnya, surat ini turun karena peristiwa terjadinya penyerangan tentara (pasukan) gajah ke Ka’bah, peperangan pasukan gajah itu terjadi disaat nabi lahir. Itu berarti, jarak waktu antara peristiwa yang terjadi dengan turunnya ayat, sekitar 40 tahun.

b)      Sebagian ulama mengatakan, bahwa jarak waktu antara peristiwa dengan ayat yang turun tidak boleh terlalu lama. Golongan ini mengkritik pendapat al-wahidi itu dengan menyatakan bahwa kedudukan peristiwa penyerangan tetntang gajah sama dengan kisah-kisah kaum ‘Ad, Tsamud, pembangunan Ka’bah, diangkatnya Nabi Ibrahim sebagai Khalil Allah, dan lain-lain. Kisah-kisah itu bukanlah sebab turunnya suatu ayat, karena jarak waktunya dengan ayat yang turun lama sekali. Tetapi golongan ini tidak pula menegaskan secara pasti tentang berapa jarak wakty yang ditolerir sehingga suatu peristiwa dapat dinyatakan sebagai sebab turunnya suatu ayat.[14]

 

B.     Tujuan Asbab An-Nuzul

Dengan mengetahui asbab al-nuzul suatu ayat, maka akan memberikan dampak yang besar dalam membantu memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan akan lebih dapat mengetahui rahasia-rahasia dibalik cara pengungkapan Al-Qur’an dalam menjelaskan peristiwa. Maka siapa yang tidak mengetahui asbab al-nuzul suatu ayat, maka bisa dipastikan ia tidak aka mengetahui rahasia yang terkandung dibalik cara AL-Qur’an mengungkapkan ayat-ayatnya.[15]

Pemahaman asbab al-Nuzul sangat berpengaruh terhadap penafsiran teks seseorang kedalam ruang kehidupan (konteks). Oleh karena itu, tanpa memahami asbab an-nuzul, seseorang dapat keliru dalam mengkontekskan ayat-ayat Al-Qur’an.

Adapun untuk memahami asbab al-Nuzul dengan baik, Al-Zarqani menyebutkan tujuh macam manfaat dan tujuan, sebagai berikut:

1.      Pengetahuan tentang asbab nuzul membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan agama-Nya melalui al-Qur’an. Pengetahuan yang demikian akan memberi manfaat baik bagi orang mukmin atau non muslim. Orang mukmin akan bertambah keimanannya dan mempunyai hasrat yang keras untuk menerapkan hukum Allah dan mengamalkan kitabnya.

Sebagai contoh adalah syariat tentanf pengharaman minuman keras. Menurut Muhammad Ali Al-Shabuni pengharaman minuman keras berlangsung melalui empat tahap, tahap pertama Allah mengharamkan minuman keras secara tidak langsung, tahap kedua memalingkan secara langsung dari padanya, mengharamkan secara parsial, keempat pengharaman secara total.[16]

2.      Pengetahuan tentang asbab nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitan. Hal ini senada dengan pernyataan Ibnu Daqiq berkata “Keterangan tentang sebab turunnya ayat merupakan jalan kuat untuk memahami makna-makna Al-Qur’an. [17]

3.      Pengetahuan asbab nuzul dapat menloak dengan adanya hasr atau pembatasan dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung hasr atau pembatasan.

4.      Pengetahuan tentang asbab nuzul dapat mengkhususkan (takhsis) hukum pada sebab menurut ulama’ yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.

5.      Dengan mempelajari asbab nuzul diketahui pula bahwa sebab turun ayat ini tidak pernah dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang yang mukhasisnya ( yang mengkhususkan).

6.      Dengan asbab nuzul, diketahui orang yang ayat tertentu turun padanya secara tepat sehingga tidak tidak terjadi kesamaran bisa membawa penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasab orang yang salah.

7.      Pengetahuan tentang asbab nuzul akan mempermudah orang yang hafal Al-Qur’an serta memperkuat keberadaannya wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.

Adapun urgensi atau tujuan mengethaui asbab an-nuzul, lebih singkatnya yakni:

1.      Membantu memahami ayat dan menghindarkan dari kesalahan dan kesulitan.

2.      Mengetahui hikmah dan rahasia ditetapkannya suatu hukum dan perhatian syarat terhadap kepentingan umum dalam menghadapi suatu peristiwa,

3.      Memberikan kejelasan terhadap ayat.

4.      Mengkhusukan hukum terbatas pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sebab khusus”.

5.      Memahami apakah suatu ayatu berlaku secara umum atau khusus, selanjutnta dalam hal apa ayar ini diterapkan.

 

C.    Jenis-jenis Asbab an-Nuzul Al – Quran

Menurut pandangan Dr Rosihon Anwar, M.Ag dalam bukunya menjelaskan bahwa ada dua hal yang menjadu sudut pandang dalam membagi macam-macam Asbabun Nuzul, yaitu:

1.      Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riawayat asbab an-nuzul

a.       Sarih (jelas)

Artinya riwayat yang memang sudah jelas menunjukkan asbab an-nuzul dan tidak mungkin pula mneunjukkan yang lainnya. Redaksi yang digunakan termasuk sharih bila perwai mengatakan:

... سَبَبُ نُزُوْلِ هَذِهِ الآيَةِ هَذَا

Artinya:

Sebab turun ayat ini adalah ...............

حَدَثَ هَذَا ... فَنَزَّلَتْ الآيَةُ

 

Artinya:

Telah terjadi .... maka turunlah ayat ......

            سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ عَنْ كَذَا ... فَنَزَّلَتْ الآيَةُ

Artinya:

Rasulullah pernah ditanya tentang .... maka turunlah ayat.

b.      Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)

Riwayat belum dipastikan sebagau asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan.

... نُزِلَتْ هَذِهِ الآيةُ فِيْ كَذَا

Artinya:

.....(ayat ini diturunkan berkenaan dengan)

أَحْسَبُ هَذِهِ الآيَةَ نُزِلَتْ فَكَذَا ...

Artinya:

...... (saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ....)

مَا أَحْسَبَ نُزِلَتْ هَذِهِ الآيَةَ إِلَّا فَكَذَا...

Artinya:

..... (saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan ...)

2.      Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab an-nuzul.

a.       Berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat (Ta’adud As-Sabab  wa Nizil Al-Wahid)

Untuk mengetahui variasi riwayat Asbab an-Nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cara sebagai berikut:

·         Tidak mempermasalahkannya

Cara ini ditempuh apabila menggunakan redaksi muhtamilah.

·         Mengambil versi riwayat asbabun nuzul yang menggunakan redaksi sarih

Cara ini digunakan bila salah satu versi riwayat asbabun nuzul itu tidak menggunakan redaksi sarih.

·         Mengambil versi riwayat yang shahih

Cara digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi sarih, tetapi kualitas salah satunya tidak shahih. [18]

Untuk mengetahui variasi riwayat Asbab an-Nuzul dalam satu ayat dari sisi kualitas, para ulama mengemukakan cara sebagai berikut:

·         Mengambil versi riwayat yang shahih

Cara ini diambil jika terdapat dua versi riwayat tentang Asbabun Nuzul satu ayat, terdapat versi shahih dan tidak shahih.

·         Melakukan studi selektif (tarjih)

Cara ini diambil jika kedua versi Asbabun Nuzul berkualitas sama-sama shahih.

·         Melakukan studi kompromi (jama’)

Jika kedua riwayat berkualitas sama-sama tidak shahih.[19]

b.      Berbilangnya ayat untuk satu asbab an-nuzul (Ta’adud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid)

Terkadang suatu kejadian dapat menjadi sebab bagi turunnya dua ayat atau lebih.

Contoh satu kejadian yang membuat dua ayat diturunkan sedang antara satu dengan yang lainnya berselang lama adalah riwayat asaba an-nuzul yang diriwayatkan Ibn Jarir Ath-Thahari dan Ibn Mudawiyah dari Ibn Abbas:

 “ketika rasulullah duduk dibawah naungan pohon kayu beliau bersabda akan datang kamu seorang manusia yang emmandnagan sengan mu dengan dua mata setan janganlah kalian ajak bicara jika ia datang menemuimu, tidak lama sesudah ia datanglah seorang lelaki yang bermata biru rasulullah kemudian memanggilnya dan bertanya mengapa engkau dan teman-temannya mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tida menghina nabi, terus-menerus mereka mengatakan demikian sampai nabi memaafkannya maka turunlah surat at-taubah ayat 74:

“Mereka orang-orang munafik bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu yang menyakitimu, sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjdai kafir setelah islam dan mengimani apa yang tidak dapat mereka tidak dapat mencapainya dan mereka tidak mencela kepada Allah dan Rasulnya kecuali karena Allah dan Rasulnya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka, maka jika mereka bertaubat maka itu lebih baik bagi mereka jika mereka berpaling. Maka Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan penolong di muka bumi.

            Demikian pula riwayat al hakim dengan redaksi yang sama dan mengatakan maka Allah menurunkan surat al-mujadalah ayat 18-19.

“(ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu manfaat. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itulah golongan yang merugi. (QS Al Mujaddah: 18-19).[20]

3.      Dilihat dari segi bentuk turunnya ayat, asbab an-nuzul dibagi menjadi 2 yaitu:

a.      Berbentuk peristiwa

1)      Peristiwa berupa pertengkaran atau persengketaan,

Seperti perselisihan antar golongan suku Aus dan golongan suku Khazraj. Perselisihan itu timbul karena hasil adu domba yang dilakukan oleh orang-orang yahudi. peristiwa tersebut melatarbelakangi turunnya beberapa ayat dalam Surat Ali Imran ayat 100.

2)      Peristiwa berupa kesalahan yang serius

Seperti peristiwa seorang sahabat yang mengimami dalam keadaan mabuk, sehingga mengalami kekeliruan dalam membaca surat setelah surat Al Fatihah. Peristiwa itu menyebabkan turunnya firman Allah Surat An-Nisa’ ayat 43.

3)      Peristiwa berupa hasrat, cita-cita atau keinginan-keinginan

Seperti kesesuaian hasrat dan keinginan Umar bin Khattab dengan ketentuan-ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan Allah. Menurut riwayat dari sahabat Anas ra. Ada beberapa harapan Umar yang dikemukakan kepada Rasulullah, kemudian turunlah ayat-ayat yang kandunganya seperti harapan tersebut. Seperti umay pernah berkata kepada rasulullah SAW. “Ya Rasulullah, bagaimana kalau sekiranya kita jadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat?” maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 125”.[21]

b.      Berbentuk pertanyaan

Pertanyaan yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu, seperti kisah Ashabul kahfi dan dzulkarnain. Pertanyaan yang berhubungan denga sesuatu yang masih berlangsung (pada saat itu). Seperti pertanyaan orang-orang yahudi mengenai ruh. Yang terdapat dalam firman Allah surat Al-Isra’ ayat 85.

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS Al-Isra’ :85)

Pertanyaan berhubungan dengan masa yang akan datang. Seperti pertanyaan orang-orang kafir Quraisy tentang hari kiamat yang diabadikan dalam firman Allah surat  An-Nazi’at ayat 42-43.

“(Orang-orang kafir) bertanta kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)?” (QS An-Nazi’at: 42-43).[22]


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

1.      kitab suci kaum muslimin, Al-Qur’an yang berisi kumpulan wahyu ilahi yang merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia yang diwahyukan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam proses penurunan Al-Qur’an, al-qur’an tidak turun begitu saja melainkan turun bersamaan dengan sebuah penyebab.

2.      Pemaknaan bahasa (lughawi) berarti dengan pemahaman “sebab akibat” secara mutlak.

Pemaknaan yang lebih toleransi, artinya ayat-ayat yang turun terdapat terkadang sebagai penjelas atau berhubungan dengan suatu peristiwa.

Dari beberapa pengertian Asbab al-Nuzul al-Quran diatas dapat disimpulkan bahwa suatu peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW atau suatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi yang berhubungan dengan ayat yang diturunkan pada saat itu.

3.      Tujuan Asbab An-Nuzul, Dengan mengetahui asbab al-nuzul suatu ayat, maka akan memberikan dampak yang besar dalam membantu memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan akan lebih dapat mengetahui rahasia-rahasia dibalik cara pengungkapan Al-Qur’an dalam menjelaskan peristiwa. Maka siapa yang tidak mengetahui asbab al-nuzul suatu ayat, maka bisa dipastikan ia tidak aka mengetahui rahasia yang terkandung dibalik cara AL-Qur’an mengungkapkan ayat-ayatnya

4.      Jenis-jenis Asbab an-Nuzul Al – Quran

a.       Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riawayat asbab an-nuzul

b.      Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab an-nuzul.

B.     Saran

Dengan disusunnya makalah Ulumul Qur’an tentang Asbabun Nuzul ini, penulis mengharapkan pembaca dapat mengetahui kajian Ulumul Qur’an, untuk mengetahui lebih jauh, lebih banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan Asbabun Nuzul, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai pengarang, karena penulisanya membahas garis besarnya saja tentang ulumul quran dan hanya membahas lebih dalam tentang asbabun nuzul.

Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga keritik dan saran yang membangun untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan.

 

 DAFTAR PUSTAKA

 

Munawir, Ahmad Warson, kamus bahasa arab Al-Munawwir (Jakarta:Pustaka progressif,   1997)

Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustakan utama, 2008)

Ali, Muhammad Maksum, Amthilah al-Tasrifiyah, (Surabaya: Maktabah Salim Nabhan, 1995)

Shihab, M. Quraisy, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung:PT Mizan Pustaka, 1992)

Wahid, Ramli Abduk, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Press, 1993)

Syadali Ahmad dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997)

As-Suyuti, Jalaluddin, Lubabun Nukul Fi Asbabun Nuzul (Rembang: Darul Ihya Indonesia) hal 6

as-Shalih, Subhi, Mabahits fi ulum Al-Qur’an ( Beirut: Dar a- Ilm  Li al-Malayin, 1985), cet ke-16. Hal 5

al-Zarqani, Muhammad Abd al-‘Azim, Manahihul ‘Irfan fi Ulumil Qur’an  (Beirut: Darul Hayat al-kitab al-Arabiyah) hal 22

as-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan fi Ulumi Qur’an, (Beirut: Daul Fikr) hal 29-30



[1] Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, Cet 1,( Yogyakarta: Teras, 2004), hal 63

[2] M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran, Cet.1, (Bandung  : PT. Mizan Pustaka, 1996) , hal 10.

[3] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, Cet 1,  (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 1992), 105.

[4] Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran Cet 3,  (Bandung : CV Pustaka Setia, 2012), 61.

[5] Teungku M. Hasbi ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Alquran, Cet 3, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009), 20.

[6] Ahmad Warson Munawir, kamus bahasa arab Al-Munawwir (Jakarta:Pustaka progressif, 1997) hal 602.

[7] Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustakan utama, 2008) hal 1277

[8] Muhammad Maksum Ali, Amthilah al-Tasrifiyah, (Surabaya: Maktabah Salim Nabhan, 1995) hal 14-15

[9] Subhi as-Shalih, Mabahits fi ulum Al-Qur’an ( Beirut: Dar a- Ilm  Li al-Malayin, 1985), cet ke-16. Hal 5

[10] Muhammad Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manahihul ‘Irfan fi Ulumil Qur’an  (Beirut: Darul Hayat al-kitab al-Arabiyah) hal 22

[11] Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumi Qur’an, (Beirut: Daul Fikr) hal 29-30

[12] Manna’ ibn Khalil al-Qattan, Mabahits fi ulum Al-Qur’an (Riyaz: al-Maktabah li al-Nashar al-Tawzi, 2000) hal 78

[13] Subhi as-Shalih, ibid. Hal 132.

[14] Nasruddin Baidan, wawasan baru ilmu tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)

[15] Muhammad Baqir Hakim, Ulumul Qur’an, Diterjemahkan oleh Nashirul Haq, Abd. Ghafur, salman Fadhullah (Jakarta: Al-Huda, 2006) hal 36.

[16] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997) hal 116

[17] Jalaluddin As-Suyuti, Lubabun Nukul Fi Asbabun Nuzul (Rembang: Darul Ihya Indonesia) hal 6

[18]Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, hal 67.

[19] Rosihon Anwar,ibid. Hal 72-74.

[20] Departemen AgamaRI, Al Qur-an dan terjemahnya (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2002), hal 545.

[21] Ramli Abduk Wahid, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Press, 1993) hal 30-31.

[22] Ibid hal 585

Komentar